Bagaimana Cara Agar tidak MARAH..............
Agar
kita tidak terjerumus ke dalam dosa yang lebih besar, ada beberapa cara
mengendalikan emosi yang diajarkan dalam Al-Quran dan Sunah. Semoga bisa
menjadi obat mujarab bagi kita ketika sedang marah.
Pertama, segera memohon perlindungan kepada Allah dari godaan setan, dengan membaca ta’awudz:
أعوذُ بالله مِنَ الشَّيْطانِ الرَّجيمِ
A-‘UDZU BILLAHI MINAS SYAITHANIR RAJIIM
Karena sumber marah adalah setan, sehingga godaannya bisa diredam dengan memohon perlindungan kepada Allah.
Dari sahabat Sulaiman bin Surd radhiyallahu ‘anhu, beliau menceritakan,
Suatu hari saya duduk bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Ketika itu ada dua orang yang saling memaki. Salah satunya telah merah
wajahnya dan urat lehernya memuncak. Kemudian Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda,
إِني لأعلمُ كَلِمَةً لَوْ قالَهَا لذهبَ عنهُ ما يجدُ، لَوْ قالَ: أعوذُ بالله مِنَ الشَّيْطانِ الرَّجيمِ، ذهب عَنْهُ ما يَجدُ
Sungguh saya mengetahui ada satu kalimat, jika dibaca oleh orang ini,
marahnya akan hilang. Jika dia membaca ta’awudz: A’-uudzu billahi minas
syaithanir rajiim, marahnya akan hilang. (HR. Bukhari dan Muslim)
Dalam riwayat lain, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Apabila seseorang marah, kemudian membaca: A-‘udzu billah (saya
berlindung kepada Allah) maka marahnya akan reda.” (Hadis shahih –
silsilah As-Shahihah, no. 1376)
Kedua, DIAM dan jaga lisan
Bawaan orang marah adalah berbicara tanpa aturan. Sehingga bisa jadi
dia bicara sesuatu yang mengundang murka Allah. Karena itulah, diam
merupakan cara mujarab untuk menghindari timbulnya dosa yang lebih
besar.
Dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِذَا غَضِبَ أَحَدُكُمْ فَلْيَسْكُتْ
“Jika kalian marah, diamlah.” (HR. Ahmad dan Syuaib Al-Arnauth menilai Hasan lighairih).
Ucapan kekafiran, celaan berlebihan, mengumpat takdir, dst., bisa saja
dicatat oleh Allah sebagai tabungan dosa bagi ini. Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam mengingatkan,
إِنَّ العَبْدَ لَيَتَكَلَّمُ بِالكَلِمَةِ، مَا يَتَبَيَّنُ فِيهَا، يَزِلُّ بِهَا فِي النَّارِ أَبْعَدَ مِمَّا بَيْنَ المَشْرِقِ
Sesungguhnya ada hamba yang mengucapkan satu kalimat, yang dia tidak
terlalu memikirkan dampaknya, namun menggelincirkannya ke neraka yang
dalamnya sejauh timur dan barat. (HR. Bukhari dan Muslim)
Di saat
kesadaran kita berkurang, di saat nurani kita tertutup nafsu, jaga
lisan baik-baik, jangan sampai lidah tak bertulang ini, menjerumuskan
anda ke dasar neraka.
Ketiga, mengambil posisi lebih rendah
Kecenderungan orang marah adalah ingin selalu lebih tinggi.. dan lebih
tinggi. Semakin dituruti, dia semakin ingin lebih tinggi. Dengan posisi
lebih tinggi, dia bisa melampiaskan amarahnya sepuasnya.
Karena
itulah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memberikan saran
sebaliknya. Agar marah ini diredam dengan mengambil posisi yang lebih
rendah dan lebih rendah. Dari Abu Dzar radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam menasehatkan,
إِذَا غَضِبَ أَحَدُكُمْ وَهُوَ قَائِمٌ فَلْيَجْلِسْ، فَإِنْ ذَهَبَ عَنْهُ الْغَضَبُ وَإِلَّا فَلْيَضْطَجِعْ
Apabila kalian marah, dan dia dalam posisi berdiri, hendaknya dia
duduk. Karena dengan itu marahnya bisa hilang. Jika belum juga hilang,
hendak dia mengambil posisi tidur. (HR. Ahmad 21348, Abu Daud 4782 dan
perawinya dinilai shahih oleh Syuaib Al-Arnauth).
Abu Dzar
radhiyallahu ‘anhu, sahabat yang meriwayatkan hadis ini, melindungi
dirinya ketika marah dengan mengubah posisi lebih rendah. Diriwayatkan
oleh Imam Ahmad dalam Musnadnya, dari Abul Aswad Ad-Duali, beliau
menceritakan kejadian yang dialami Abu Dzar,
“Suatu hari Abu Dzar
mengisi ember beliau. Tiba-tiba datang beberapa orang yang ingin
mengerjai Abu Dzar. ‘Siapa diantara kalian yang berani mendatangi Abu
Dzar dan mengambil beberapa helai rambutnya?’ tanya salah seorang
diantara mereka. “Saya.” Jawab kawannya.
Majulah orang ini,
mendekati Abu Dzar yang ketika itu berada di dekat embernya, dan
menjitak kepala Abu Dzar untuk mendapatkan rambutnya. Ketika itu Abu
Dzar sedang berdiri. Beliaupun langsung duduk kemudian tidur.
Melihat itu, orang banyak keheranan. ‘Wahai Abu Dzar, mengapa kamu duduk, kemudian tidur?’ tanya mereka keheranan.
Abu Dzar kemudian menyampaikan hadis di atas. Subhanallah..,
demikianlah semangat sahabat dalam mempraktekkan ajaran nabi mereka.
Mengapa duduk dan tidur?
Al-Khithabi menjelaskan,
القائم متهيئ للحركة والبطش، والقاعد دونه في هذا المعنى، والمضطجع ممنوع
منهما، فيشبه أن يكون النبي صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إنما أمره
بالقعود لئلا تبدر منه في حال قيامه وقعوده بادرة يندم عليها فيما بعدُ
Orang yang berdiri, mudah untuk bergerak dan memukul, orang yang duduk,
lebih sulit untuk bergerak dan memukul, sementara orang yang tidur,
tidak mungkin akan memukul. Seperti ini apa yang disampaikan Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam. Perintah beliau untuk duduk, agar orang
yang sedang dalam posisi berdiri atau duduk tidak segera melakukan
tindakan pelampiasan marahnya, yang bisa jadi menyebabkan dia menyesali
perbuatannya setelah itu. (Ma’alim As-Sunan, 4/108)
Keempat, Ingatlah hadis ini ketika marah
Dari Muadz bin Anas Al-Juhani radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ كَظَمَ غَيْظاً وَهُوَ قادرٌ على أنْ يُنفذهُ دعاهُ اللَّهُ سبحانهُ
وتعالى على رءوس الخَلائِقِ يَوْمَ القيامةِ حتَّى يُخيرهُ مِنَ الحورِ
العين ما شاءَ
“Siapa yang berusaha menahan amarahnya, padahal dia
mampu meluapkannya, maka dia akan Allah panggil di hadapan seluruh
makhluk pada hari kiamat, sampai Allah menyuruhnya untuk memilih
bidadari yang dia kehendaki. (HR. Abu Daud, Turmudzi, dan dihasankan
Al-Albani)
Subhanallah.., siapa yang tidak bangga ketika dia
dipanggil oleh Allah di hadapan semua makhluk pada hari kiamat, untuk
menerima balasan yang besar? Semua manusia dan jin menyaksikan orang
ini, maju di hadapan mereka untuk menerima pahala yang besar dari Allah
ta’ala. Tahukah anda, pahala ini Allah berikan kepada orang yang hanya
sebatas menahan emosi dan tidak melampiaskan marahnya. Bisa kita
bayangkan, betapa besar pahalanya, ketika yang dia lakukan tidak hanya
menahan emosi, tapi juga memaafkan kesalahan orang tersebut dan bahwa
membalasnya dengan kebaikan.
Mula Ali Qori mengatakan,
وَهَذَا الثَّنَاءُ الْجَمِيلُ وَالْجَزَاءُ الْجَزِيلُ إِذَا تَرَتَّبَ
عَلَى مُجَرَّدِ كَظْمِ الْغَيْظِ فَكَيْفَ إِذَا انْضَمَّ الْعَفْوُ
إِلَيْهِ أَوْ زَادَ بِالْإِحْسَانِ عَلَيْهِ
Pujian yang indah dan
balasan yang besar ini diberikan karena sebatas menahan emosi.
Bagaimana lagi jika ditambahkan dengan sikap memaafkan atau bahkan
membalasnya dengan kebaikan. (Tuhfatul Ahwadzi Syarh Sunan Turmudzi,
6/140).
Satu lagi, yang bisa anda ingat ketika marah, agar bisa meredakan emosi anda:
Hadis dari Ibnu Umar,
من كف غضبه ستر الله عورته ومن كظم غيظه ولو شاء أن يمضيه أمضاه ملأ الله قلبه يوم القيامة رضا
Siapa yang menahan emosinya maka Allah akan tutupi kekurangannya. Siapa
yang menahan marah, padahal jika dia mau, dia mampu melampiaskannya,
maka Allah akan penuhi hatinya dengan keridhaan pada hari kiamat.
(Diriwayatkan Ibnu Abi Dunya dalam Qadha Al-Hawaij, dan dinilai hasan
oleh Al-Albani).
Ya, tapi yang sulit bukan hanya itu. Ada satu
keadaan yang jauh lebih sulit untuk disuasanakan sebelum itu, yaitu
mengkondisikan diri kita ketika marah untuk mengingat balasan besar
dalam hadis di atas. Umumnya orang yang emosi lupa segalanya. Sehingga
kecil peluang untuk bisa mengingat balasan yang Allah berikan bagi orang
yang bisa menahan emosi.
Siapakah kita dibandingkan Umar bin
Khatab radhiyallahu ‘anhu. Sekalipun demikian, beliau terkadang lupa
dengan ayat dan anjuran syariat, ketika sudah terbawa emosi.
Dari
Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma, beliau menceritakan bahwa ada
seseorang yang minta izin kepada Khalifah Umar untuk bicara. Umarpun
mengizinkannya. Ternyata orang ini membabi buta dan mengkritik habis
sang Khalifah.
‘Wahai Ibnul Khattab, demi Allah, kamu tidak
memberikan pemberian yang banyak kepada kami, dan tidak bersikap adil
kepada kami.”
Mendengar ini, Umarpun marah, dan hendak memukul
orang ini. Sampai akhirnya Al-Hur bin Qais (salah satu teman Umar)
mengingatkan,
‘Wahai Amirul Mukminin, sesungguhnya Allah
berfirman kepada nabi-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam (yang artinya):
‘Berikanlah maaf, perintahkan yang baik, dan jangan hiraukan orang
bodoh.’ dan orang ini termasuk orang bodoh.’
Demi Allah, Umar
tidak jadi melampiaskan emosinya ketika mendengar ayat ini dibacakan.
Dan dia adalah manusia yang paling tunduk terhadap kitab Allah. (HR.
Bukhari 4642).
Yang penting, anda jangan berputus asa, karena
semua bisa dilatih. Belajarlah untuk mengingat peringatan Allah, dan
ikuti serta laksanakan. Bisa juga anda minta bantuan orang di sekitar
anda, suami, istri, anak anda, pegawai, dan orang di sekitar anda, agar
mereka segera mengingatkan anda dengan janji-janji di atas, ketika anda
sedang marah.
Pada kasus sebaliknya, ada orang yang marah di masa
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Beliaupun meminta salah satu
sahabat untuk mengingatkannya, agar membaca ta’awudz, A-‘udzu billahi
minas syaithanir rajim..
وَقَالَ: له أحد الصحابة «تَعَوَّذْ بِاللَّهِ مِنَ الشَّيْطَانِ» فَقَالَ: أَتُرَى بِي بَأْسٌ، أَمَجْنُونٌ أَنَا، اذْهَب
“Salah satu temannya mengingatkan orang yang sedang marah ini:
‘Mintalah perlindungan kepada Allah dari godaan setan!’ Dia malah
berkomentar: ‘Apakah kalian sangka saya sedang sakit? Apa saya sudah
gila? Pergi sana!’ (HR. Bukhari 6048).
Kelima, Segera berwudhu atau mandi
Marah dari setan dan setan terbuat dari api. Padamkan dengan air yang dingin.
Terdapat hadis dari Urwah As-Sa’di radhiyallahu ‘anhu, yang mengatakan,
إِنَّ الْغَضَبَ مِنْ الشَّيْطَانِ وَإِنَّ الشَّيْطَانَ خُلِقَ مِنْ
النَّارِ وَإِنَّمَا تُطْفَأُ النَّارُ بِالْمَاءِ فَإِذَا غَضِبَ
أَحَدُكُمْ فَلْيَتَوَضَّأْ
Sesungguhnya marah itu dari setan, dan
setan diciptakan dari api, dan api bisa dipadamkan dengan air. Apabila
kalian marah, hendaknya dia berwudhu. (HR. Ahmad 17985 dan Abu Daud
4784)
Dalam riwayat lain, dari Abu Muslim Al-Khoulani, beliau menceritakan,
Bahwa Amirul Mukminin Mu’awiyah radhiyallahu ‘anhu pernah berkhutbah di
hadapan masyarakat. Dan ketika itu, gaji pegawai belum diserahkan
selama dua atau tiga bulan. Abu Muslim-pun berkata kepada beliau,
‘Hai Muawiyah, sesungguhnya harta itu bukan milikmu, bukan milik bapakmu, bukan pula milik ibumu.’
Mendengar ini, Muawiyah meminta hadirin untuk diam di tempat. Beliau
turun dari mimbar, pulang dan mandi, kemudian kembali dan melanjutkan
khutbahnya,
‘Wahai manusia, sesungguhnya Abu Muslim menyebutkan
bahwa harta ini bukanlah milikku, bukan milik bapakku, bukan pula milik
ibuku. Dan Abu Muslim benar. kemudian beliau menyebutkan hadis,
الغضب من الشيطان ، والشيطان من النار ، والماء يطفئ النار ، فإذا غضب أحدكم فليغتسل
Marah itu dari setan, setan dari api, dan air bisa memadamkan api. Apabila kalian marah, mandilah.
Lalu Muawiyah memerintahkan untuk menyerahkan gaji mereka.
(HR. Abu Nuaim dalam Hilyah 2/130, dan Ibnu Asakir 16/365).
Dua hadis ini dinilai lemah oleh para ulama. Hadis pertama dinilai
lemah oleh An-Nawawi sebagaimana keterangan beliau dalam Al-Khulashah
(1/122). Syuaib Al-Arnauth dalam ta’liq Musnad Ahmad menyebutkan
sanadnya lemah. Demikian pula Al-Albani menilai sanadnya lemah dalam
Silsilah Ad-Dhaifah no. 581.
Hadis kedua juga statusnya tidak
jauh beda. Ulama pakar hadis menilainya lemah. Karena ada perowi yang
bernama Abdul Majid bin Abdul Aziz, yang disebut Ibnu Hibban sebagai
perawi Matruk (ditinggalkan).
Ada juga ulama yang belum memastikan kelemahan hadis ini. Diantaranya adalah Ibnul Mundzir. Beliau mengatakan,
إن ثبت هذا الحديث فإنما الأمر به ندبا ليسكن الغضب ، ولا أعلم أحدا من أهل العلم يوجب الوضوء منه
Jika hadis ini shahih, perintah yang ada di dalamnya adalah perintah
anjuran untuk meredam marah dan saya tidak mengetahui ada ulamayang
mewajibkan wudhu ketika marah. (Al-Ausath, 1/189).
Karena itulah,
beberapa pakar tetap menganjurkan untuk berwudhu, tanpa diniatkan
sebagai sunah. Terapi ini dilakukan hanya dalam rangka meredam panasnya
emosi dan marah. Dr. Muhammad Najati mengatakan,
يشير هذا الحديث
إلى حقيقة طبية معروفة ، فالماء البارد يهدئ من فورة الدم الناشئة عن
الانفعال ، كما يساعد على تخفيف حالة التوتر العضلي والعصبي ، ولذلك كان
الاستحمام يستخدم في الماضي في العلاج النفسي
Hadis ini
mengisyaratkan rahasia dalam ilmu kedokteran. Air yang dingin, bisa
menurunkan darah bergejolak yang muncul ketika emosi. Sebagaimana ini
bisa digunakan untuk menurunkan tensi darah tinggi. Karena itulah, di
masa silam, terapi mandi digunakan untuk terapi psikologi.
(Hadis Nabawi wa Ilmu An-Nafs, hlm. 122. dinukil dari Fatwa islam, no. 133861)
اَللَّهُمَّ نَسْأَلُكَ كَلِمَةَ الحَقِّ فِي الرِضَا وَالغَضَبِ
Ya Allah, kami memohon kepada-Mu kalimat haq ketika ridha (sedang) dan marah
[Doa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam shalatnya – shahih
Jami’ As-Shaghir no. 3039],,INGAT LAH MARAH... TIDAK MENYELESAIKAN
MASALAH.........
No comments:
Post a Comment