Kejadian dan Asal-Usul Manusia Menurut Islam
Takdir telah ditetapkan 50.000
tahun sebelumnya diciptakan Langit dan Bumi, sebagaimana sabda Nabi Shallallahu
‘Alaihi Wa Sallam dari Abdullah bin ‘Amr radhiallahu ‘anhuma :
“Sesungguhnya Allah menetapkan takdir-takdir makhluknya 50.000 (Lima puluh ribu) Tahun sebelum menciptakan langit-langit dan bumi.” (HR. Muslim 2653, shahih)
“Sesungguhnya Allah menetapkan takdir-takdir makhluknya 50.000 (Lima puluh ribu) Tahun sebelum menciptakan langit-langit dan bumi.” (HR. Muslim 2653, shahih)
Al-Quran menjelaskan beberapa tahapan dalam proses kejadian dan
asal-usul manusia secara rinci. Ketiga tahapan tersebut antara lain kejadian
dan asal usul manusia pertama, kedua, dan ketiga. Berikut ini penjelasan dari
masing-masing tahapan tersebut.
Kejadian dan Asal-usul Manusia
Pertama
Kejadian dan asal-usul manusia
pertama yang berarti pula proses penciptaan Adam diawali oleh pembentukan fisik
dengan membuatnya langsung dari tanah yang kering yang kemudian ditupkan ruh ke
dalamnya sehingga ia hidup. Keterangan tersebut sesuai dengan hadis riwayat
Tirmidzi, dimana Nabi SAW bersabda:
“Sesungguhnya Allah menciptakan Adam as dari segenggam tanah
yang diambil dari seluruh bagian bumi, maka anak cucu Adampun seperti itu,
sebagian ada yang baik dan buruk, ada yang mudah (lembut) dan kasar dan
sebagainya.”
PROSES PENCIPTAAN ADAM
Allah menciptakan Adam
berdasarkan kehendak dan Kekuasaan Nya. Proklamasi penciptaan manusia dari
tanah kepada para Malaikat adalah merupakan kehormatan pertama yang diberikan
oleh Allah kepada manusia. Proklamasi tentang kelebihan dan karunia besar dari
Allah untuk manusia. Apalagi setelah itu, Dia memproklamirkan bahwa Allah
memerintahkan malaikat untuk bersujud kepada manusia ini. (Dlm QS Al-Hijr :
28-29)
Penobatan manusia sebagai
khalifah di Bumi, adalah suatu kehormatan besar dari Allah sebagai penciptanya,
sehingga Dia memerintahkan para Malaikat untuk bersujud kepada manusia. Yang
lebih besar dari peristiwa inidan merupakan keistimewaan bagi manusia adalah
ditiupkan Nya roh (ciptaan) Allah kedalam dirinya. Ini sebagai sinyalemen bahwa
asal usul manusia itu suci, tercipta dari bahan yang berkualitas tinggi dan
memiliki fitrah yang murni.
Kehormatan inilah yang merupakan harta yang tak ternilai harganya bagi manusia yang diperoleh secara langsung dari Allah yang Maha Agung.
Kehormatan inilah yang merupakan harta yang tak ternilai harganya bagi manusia yang diperoleh secara langsung dari Allah yang Maha Agung.
Sebagian kerangka dasar
Penciptaan Manusia:
1. Untuk memperlihatkan dan
membuktikan keadilan dan kekuasaan Allah, maka Dia ciptakan bumi sebagai tempat
berpijak dan hidup manusia. Dia (Allah penuhi seluruh bekal kehidupan manusia
sebelum berperan dibumi)
2. Sebagai perwujudan dari sifat
keadilan dan kebijaksanaan Allah, Dia sempurnakan manusia sebelum turun keatas
bumi. Adam tercipta sebagai bukti kelebihan dan kemutlakan dari kekuasaan Allah
yang dari Nya terpantul kebesaran zat yang Maha Pencipta. Dalam penciptaan Adam
terdapat berbagai macam pelajaran, kaca perbandingan yang mengandung beribu
hikmah dimana kita lihat kelebihan Adam dan anak cucunya dalam berbagai aspek
dan kita saksikan betapa Allah membedakannya dari makhluk yang lain:
a. Keistimewaan Adam yang diberikan oleh Allah terlihat pada saat Malaikat diperintahkan untuk bersujud kepadanya.
a. Keistimewaan Adam yang diberikan oleh Allah terlihat pada saat Malaikat diperintahkan untuk bersujud kepadanya.
b. Kelebihan Adam nampak ketika
ia diciptakan oleh Allah dengan kedua tangan Nya (yakni Kuasa Allah)
c. Bumi beserta isi alam semesta
tunduk kepada Adam, agar ia boleh mengelola, merekayasa dan mengembangkan
kehidupan manusia.
d. Adam memiliki potensi
intelektual dan kemampuan berkreasi untuk mendatangkan hasil dari alam semesta
ini demi kebaikan hidup didunia.
2. Kejadian dan Asal-usul Manusia
Kedua
Alloh menciptakan segala sesuatu
secara berpasang-pasangan. Begitupun dengan manusia, Adam yang diciptakan
hendak dipasangkan oleh Alloh dengan lawan jenisnya yang diciptakan dari tulang
rusuk Adam, yaitu Siti Hawa. Keterangan tersebut sesuai dengan firman Alloh QS.
An-Nisa, ayat 1 berikut:
“Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah
menciptakan kamu dari jiwa yang satu, dan daripadanya Allah menciptakan
isterinya; dan daripada keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki dan
perempuan yang banyak. Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan)
nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan
silaturahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu.”
3. Kejadian dan Asal-usul Manusia
Ketiga
Kejadian dan asal usul manusia
ketiga terkait dengan proses kejadian seluruh umat keturunan Nabi Adam dan Siti
Hawa (Kecuali Isa, AS.) proses kejadian manusia yang disebutkan dalam Al-Qur,an
ternyata setelah dewasa ini dapat dipertanggung jawabkan secara medis. Dalam
Al-Qur’an, asal-usul manusia secara biologi dijelaskan dalam Surat Al-Mu’minuun
: 12-14 berikut ini:
"Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia itu dari
suatu saripati (berasal) dari tanah. Kemudian Kami jadikan saripati itu air
mani (yang disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim). Kemudian air mani itu
Kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu kami jadikan segumpal
daging, dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang belulang, lalu tulang
belulang itu Kami bungkus dengan daging. Kemudian Kami jadikan ia makhluk yang
(berbentuk) lain. Maka Maha Sucilah Allah , Pencipta Yang Paling Baik."
(QS. Al Mu’minuun : 12-14).
Al-Qur’an yang mengungkapkan
proses kejadian manusia itu antara lain terdapat didalam surat Al-Mu’minun ayat
12-14(sebagaimana dikutip pada halaman 25), secara ringkas adalah :
1) Diciptakan dari saripati tanah (sulalatin min thin), lalu menjadi
2) Air mani (nutfhah disimpan dalam rahim), kemudian menjadi
3) Segumpal darah (alaqah), diproses
4) Kami jadikan menjadi segumpal daging (mudhghah)
5) Tulang belulang (‘idhaman)
6) Dibungkus dengan daging (rahman).
7) Makhluk yang (berbentuk) lain (janin?). (Q.S. Al-Mukminun; 12-14)
8)Ditiup roh (dari Allah) pada hari yang ke 120 usia kandungan
9) Lalu lahir sebagai bayi (Q.S. Al-Hajj; 5)
10) Dia jadikan pendengaran, penglihatan dan hati (Q.S. An-Nahl; 78)
11) Tumbuh anak-anak, lalu dewasa, tua (pikun) (Q.S. Al-Hajj; 5)
12) Kemudian mati (Q.S. Almukminun; 15)
13) Dibangkit (dari kubur) di hari kiamat (Q.S. Al-Mukminun; 16)
Melalui sunahnya, Nabi Muhammad menjelaskan pula proses kejadian manusia, antara lain dalam hadits berbunyi sebagai berikut:
Artinya : “Sesungguhnya, setiap manusia dikumpulkan kejadiannya dalam perut ibunya selama empat puluh hari sebagai muthfah (air mani), empat puluh hari sebagai ‘alaqah (segumpal darah) selama itu pula sebagai mudhgah (segumpal daging). Kemudian Allah mengutus malaikat untuk meniupkan ruh (ciptaan) Allah ke dalam tubuh (janin) manusia yang berada dalam rahim itu (H.R. Bukhari dan Muslim).
Dari ungkapan Al-Qur’an dan Al-Hadits yang dikutip diatas, kita dapat mengetahui bahwa ketika masih berbentuk janin sampai berumur 4 bulan, embrio manusia belum mempunyai ruh. Ruh itu ditiupkan kedalam janin setelah janin itu berumur 4 bulan (3 x 40 hari). Namun, dari teks atau nash itu dapat dipahami kalau orang mengatakan bahwa kehidupan itu sudah ada sejak manusia berada dalam bentuk nuthfah (H.M. Rasjidi, 1984: 5)
Dari proses kejadian dan asal manusia menurut Al-Qur’an itu, Ali Syari’ati, sejarawan dan ahli sosiologi Islam, yang dikutip oleh Mohammad Daud Ali, mengemukakan pendapatnya berupa interpretasi tentang hakikat penciptaan manusia. Menurut beliau ada simbolisme dalam penciptaan manusia dari tanah dan dari ruh (ciptaan) Allah. Makna simbiolisnya adalah, manusia mempunyai 2 dimensi (bidimensional) : dimensi ketuhanan, dan dimensi kerendahan atau kehinaan. Makhluk lain hanya mempunyai satu dimensi saja (uni-dimensional).
Dalam pengertian simbiolis, lumpur (tanah) hitam, menunjuk pada keburukan, kehinaan yang tercemin pada dimensi kerendahan. Disamping itu, dimensi lain yang dimiliki manusia adalah dimensi keilahian yang tercemin dari perkataan ruh (ciptaan)-Nya itu. Dimensi ini menunjuk pada kecenderungan manusia untuk mendekatkan diri kepada Allah, mencapai asaluruh (ciptaan) Allah dan atau Allah sendiri.
Karena hakekat penciptaan inilah maka manusia pada suatu saat dapat mencapai derajat yang tinggi, tetapi pada saat yang lain dapat meluncur ke lembah yang dalam, hina dan rendah. Fungsi kebebasan manusia untuk memilih, terbuka baik kejalan Tuhan maupun sebaliknya, kejurang hinaan. Kehormatan dan arti penting manusia, dalam hubungan ini, terletak dalam kehendak bebas (free will)nya untuk menentukan arah hidupnya.
Hanya manusialah yang dapat menentukan tuntutan dan sifat nalurinya, mengendalikan keinginan dan kebutuhan fisiologisnya untuk berbuat baik atau jahat, patuh atau tidak patuh kepada hukum hukum Tuhan.
Dari uraian tersebut diatas dapatlah disimpulkan bahwa manusia adalah makhluk ciptaan Allah yang terdiri dari jiwa dan raga, berwujud fisik dan ruh (ciptaan) Allah. Sebagai makhluk illahi hidup dan kehidupannya berjalan melalui 5 tahap, masing-masing tahap tersebut “alam” yaitu :
1) Di alam ghaib (alam ruh atau arwah)
2) Di alam rahim
3) Di alam dunia (yang fana ini)
4) Di dalam barzakh dan
5) Di alam akhirat (yang kekal = abadi) yakni alam tahapan terakhir hidup dan kehidupan (ruh) manusia.
Dari kelima tahapan kehidupan manusia itu, tahap kehidupan ketiga yakni tahap kehidupan di dunia merupakan tahap kehidupan yang menentukan (melalui iman, taqwa, amal dan sikap) nasib manusia dalam tahap-tahap kehidupan selanjutnya (4 dan 5) dan keempatnya diakhirat nanti.
Tidak sedikit ayat Al-Qur’an yang berbicara tentang manusia, bahkan manusia adalah makhluk pertama yang disebut dua kali dalam rangkaian wahyu pertama (Q.S. Al-Alaq: 1-5). Di satu sisi manusia sering mendapat pujian Tuhan. Dibandingkan dengan makhluk-makhluk lain, ia mempunyai kapasitas yang paling tinggi (Q.S. Hud: 3), mempunyai kecenderungan untuk dekat kepada Tuhan melalui kesadarannya tentang kehadiran Tuhan yang terdapat jauh di alam sadarnya (Q.S. Ar-Rum: 43). Manusia diberi kebebasan dan kemerdekaan serta kepercayaan penuh untuk memilih jalannya masing-masing (Q.S. Al-Ahzab: 72; Al-Ihsan : 2-3)
Ia diberi kesadaran moral untuk memilih mana yang baik mana yang buruk, sesuai dengan hati nuraninya atas bimbingan wahyu (Q.S. Asy-Syams(91):7-8). Manusia dimuliakan Tuhan dan diberi kesempurnaan dibandingkan dengan makhluk lain (Q.S. Al-Isra:70), diciptakan Tuhan dalam bentuk yang sebaik-baiknya (Q.S. At-Tiin(95):4)
Namun disisi lain, manusia ini juga mendapat celaan Tuhan, amat aniaya dan mengikari nikmat (Q.S. Ibrahim: 34), sangat banyak membantah (Q.S. Al-Hajj: 67) dan kelemahan lain yang telah disebut didepan. Dengan mengemukakan sisi pujian dan celaan tidak berarti bahwa ayat-ayat Al-Qur’an bertentangan satu sama lain, tetapi hal itu menunjukkan potensi manusiawi untuk menempati tempat terpuji, atau meluncur ke tempat tercela.
Al-Qur’an seperti telah disebut di muka, menjelaskan bahwa manusia diciptakan dari tanah, kemudian setelah sempurna kejadiannya, Tuhan menghembuskan kepadanya ruh ciptaan-Nya
1) Diciptakan dari saripati tanah (sulalatin min thin), lalu menjadi
2) Air mani (nutfhah disimpan dalam rahim), kemudian menjadi
3) Segumpal darah (alaqah), diproses
4) Kami jadikan menjadi segumpal daging (mudhghah)
5) Tulang belulang (‘idhaman)
6) Dibungkus dengan daging (rahman).
7) Makhluk yang (berbentuk) lain (janin?). (Q.S. Al-Mukminun; 12-14)
8)Ditiup roh (dari Allah) pada hari yang ke 120 usia kandungan
9) Lalu lahir sebagai bayi (Q.S. Al-Hajj; 5)
10) Dia jadikan pendengaran, penglihatan dan hati (Q.S. An-Nahl; 78)
11) Tumbuh anak-anak, lalu dewasa, tua (pikun) (Q.S. Al-Hajj; 5)
12) Kemudian mati (Q.S. Almukminun; 15)
13) Dibangkit (dari kubur) di hari kiamat (Q.S. Al-Mukminun; 16)
Melalui sunahnya, Nabi Muhammad menjelaskan pula proses kejadian manusia, antara lain dalam hadits berbunyi sebagai berikut:
Artinya : “Sesungguhnya, setiap manusia dikumpulkan kejadiannya dalam perut ibunya selama empat puluh hari sebagai muthfah (air mani), empat puluh hari sebagai ‘alaqah (segumpal darah) selama itu pula sebagai mudhgah (segumpal daging). Kemudian Allah mengutus malaikat untuk meniupkan ruh (ciptaan) Allah ke dalam tubuh (janin) manusia yang berada dalam rahim itu (H.R. Bukhari dan Muslim).
Dari ungkapan Al-Qur’an dan Al-Hadits yang dikutip diatas, kita dapat mengetahui bahwa ketika masih berbentuk janin sampai berumur 4 bulan, embrio manusia belum mempunyai ruh. Ruh itu ditiupkan kedalam janin setelah janin itu berumur 4 bulan (3 x 40 hari). Namun, dari teks atau nash itu dapat dipahami kalau orang mengatakan bahwa kehidupan itu sudah ada sejak manusia berada dalam bentuk nuthfah (H.M. Rasjidi, 1984: 5)
Dari proses kejadian dan asal manusia menurut Al-Qur’an itu, Ali Syari’ati, sejarawan dan ahli sosiologi Islam, yang dikutip oleh Mohammad Daud Ali, mengemukakan pendapatnya berupa interpretasi tentang hakikat penciptaan manusia. Menurut beliau ada simbolisme dalam penciptaan manusia dari tanah dan dari ruh (ciptaan) Allah. Makna simbiolisnya adalah, manusia mempunyai 2 dimensi (bidimensional) : dimensi ketuhanan, dan dimensi kerendahan atau kehinaan. Makhluk lain hanya mempunyai satu dimensi saja (uni-dimensional).
Dalam pengertian simbiolis, lumpur (tanah) hitam, menunjuk pada keburukan, kehinaan yang tercemin pada dimensi kerendahan. Disamping itu, dimensi lain yang dimiliki manusia adalah dimensi keilahian yang tercemin dari perkataan ruh (ciptaan)-Nya itu. Dimensi ini menunjuk pada kecenderungan manusia untuk mendekatkan diri kepada Allah, mencapai asaluruh (ciptaan) Allah dan atau Allah sendiri.
Karena hakekat penciptaan inilah maka manusia pada suatu saat dapat mencapai derajat yang tinggi, tetapi pada saat yang lain dapat meluncur ke lembah yang dalam, hina dan rendah. Fungsi kebebasan manusia untuk memilih, terbuka baik kejalan Tuhan maupun sebaliknya, kejurang hinaan. Kehormatan dan arti penting manusia, dalam hubungan ini, terletak dalam kehendak bebas (free will)nya untuk menentukan arah hidupnya.
Hanya manusialah yang dapat menentukan tuntutan dan sifat nalurinya, mengendalikan keinginan dan kebutuhan fisiologisnya untuk berbuat baik atau jahat, patuh atau tidak patuh kepada hukum hukum Tuhan.
Dari uraian tersebut diatas dapatlah disimpulkan bahwa manusia adalah makhluk ciptaan Allah yang terdiri dari jiwa dan raga, berwujud fisik dan ruh (ciptaan) Allah. Sebagai makhluk illahi hidup dan kehidupannya berjalan melalui 5 tahap, masing-masing tahap tersebut “alam” yaitu :
1) Di alam ghaib (alam ruh atau arwah)
2) Di alam rahim
3) Di alam dunia (yang fana ini)
4) Di dalam barzakh dan
5) Di alam akhirat (yang kekal = abadi) yakni alam tahapan terakhir hidup dan kehidupan (ruh) manusia.
Dari kelima tahapan kehidupan manusia itu, tahap kehidupan ketiga yakni tahap kehidupan di dunia merupakan tahap kehidupan yang menentukan (melalui iman, taqwa, amal dan sikap) nasib manusia dalam tahap-tahap kehidupan selanjutnya (4 dan 5) dan keempatnya diakhirat nanti.
Tidak sedikit ayat Al-Qur’an yang berbicara tentang manusia, bahkan manusia adalah makhluk pertama yang disebut dua kali dalam rangkaian wahyu pertama (Q.S. Al-Alaq: 1-5). Di satu sisi manusia sering mendapat pujian Tuhan. Dibandingkan dengan makhluk-makhluk lain, ia mempunyai kapasitas yang paling tinggi (Q.S. Hud: 3), mempunyai kecenderungan untuk dekat kepada Tuhan melalui kesadarannya tentang kehadiran Tuhan yang terdapat jauh di alam sadarnya (Q.S. Ar-Rum: 43). Manusia diberi kebebasan dan kemerdekaan serta kepercayaan penuh untuk memilih jalannya masing-masing (Q.S. Al-Ahzab: 72; Al-Ihsan : 2-3)
Ia diberi kesadaran moral untuk memilih mana yang baik mana yang buruk, sesuai dengan hati nuraninya atas bimbingan wahyu (Q.S. Asy-Syams(91):7-8). Manusia dimuliakan Tuhan dan diberi kesempurnaan dibandingkan dengan makhluk lain (Q.S. Al-Isra:70), diciptakan Tuhan dalam bentuk yang sebaik-baiknya (Q.S. At-Tiin(95):4)
Namun disisi lain, manusia ini juga mendapat celaan Tuhan, amat aniaya dan mengikari nikmat (Q.S. Ibrahim: 34), sangat banyak membantah (Q.S. Al-Hajj: 67) dan kelemahan lain yang telah disebut didepan. Dengan mengemukakan sisi pujian dan celaan tidak berarti bahwa ayat-ayat Al-Qur’an bertentangan satu sama lain, tetapi hal itu menunjukkan potensi manusiawi untuk menempati tempat terpuji, atau meluncur ke tempat tercela.
Al-Qur’an seperti telah disebut di muka, menjelaskan bahwa manusia diciptakan dari tanah, kemudian setelah sempurna kejadiannya, Tuhan menghembuskan kepadanya ruh ciptaan-Nya
No comments:
Post a Comment