Monday, 13 April 2015

Kesehatan Dalam Al-Qur’an

Kesehatan Dalam Al-Qur’an
Di dalam masalah kesehatan, Al-Qur’an lebih banyak menjelaskan tindakan-tindakan yang bersifat pencegahan (preventif), daripada tindakan pengobatan dan penyembuhan (kuratif). Hal ini harus direnungkan dan menjadi panduan manusia dalam membangun kesehatan individu dan masyarakat. Prof. dr. Hamad Hasan Raqith, PhD menegaskan bahwa secara umum, kesehatan dalam Islam berprinsip pada upaya menjaga kesehatan secara preventif (menjaga kesehatan sebelum sakit). Kemudian setelah itu, Islam menganjurkan pengobatan bagi siapa yang membutuhkan karena sakit. Inilah salah satu prinsip dalam Islam yang sesuai dengan karakteristik, kemampuan dan keadaan fitrah manusia (Raqith, 2007: 36).
Ibnu Sina (Avicena, 980-1036) pun berpendapat demikian. Bahwa tujuan pertama ilmu pengobatan adalah untuk menjaga supaya tetap sehat.
Ibnu Sina defined medicine –al tibb –as the knowledge of the states of the human body in health and decline in health; its purpose is to preserve health and endeavour to restore it whenever lost (Ebrahim, 1993: 30).
Demikian juga Imam Ibn Qayyim al Jauziyyah, menjadikan usaha preventif sebagai prinsip yang pertama dalam pengobatan.
Imam Ibn Qayyim al Jawziyyah points out that the principles of medicine are three, namely, protection of health, getting rid or harmful things, and safeguarding against harm (Ebrahim, 1993: 28).
Tindakan-tindakan preventif yang dijelaskan di dalam Al-Qur’an sebenarnya tidak dijelaskan secara khusus sebagai upaya untuk menjaga kesehatan, namun merupakan bagian ibadah ritual dan panduan hidup keseharian. Namun, justru itulah salah satu kelebihan syari’at Islam, dimana tidak hanya memiliki nilai ibadah namun juga memiliki nilai-nilai yang lain, di antaranya adalah nilai kesehatan. Beberapa ajaran Al-Qur’an yang mengandung nilai preventif di dalam kesehatan (mencegah supaya tidak sakit) adalah:
a. Mengikuti aturan dan pola makan yang diajarkan oleh Al-Qur’an, yaitu makan makanan yang halal, baik (higienis), dan tidak berlebihan serta berpuasa dalam waktu-waktu tertentu.
Makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan (Q.S. Al-A’raf: 31)
Hai orang-orang yang beriman, makanlah di antara rezki yang baik-baik yang Kami berikan kepadamu dan bersyukurlah kepada Allah, jika benar-benar kepada-Nya kamu menyembah. (Q.S. Al-Baqarah: 172)
b. Menjaga kebersihan tubuh, pakaian dan lingkungan.
Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri (Q.S. Al-Baqarah: 222)
Dan pakaianmu bersihkanlah (Q.S. Al-Muddatstsir: 4)
3. Al-Qur’an memberikan gambaran bahwa penyakit digolongkan menjadi dua, yaitu penyakit hati (maa fish-shuduur) dan penyakit jasmani. Oleh karena itu, definisi sehat harus mencakup kedua hal tersebut. Ayat yang memberi gambaran adanya penyakit hati adalah:
Perangilah mereka, niscaya Allah akan menghancurkan mereka dengan (perantaraan) tangan-tanganmu dan Allah akan menghinakan mereka dan menolong kamu terhadap mereka, serta menyembuhkan hati orang-orang yang beriman (QS at-Taubah:14)
Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dari Tuhanmu dan penyembuh bagi penyakit-penyakit (yang berada) dalam dada dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang beriman. QS Yunus: 57
4. Al-Qur’an selain memaparkan tentang jenis-jenis penyakit, juga memaparkan tentang obatnya. Menurut Al-Qur’an, obat tidak hanya zat yang bisa menyembuhkan penyakit jasmani saja. Akan tetapi zat yang bisa mengobati penyakit hati atau keduanya (penyakit jasmani dan hati) juga disebut sebagai obat. Sebagai perbandingan, definisi obat menurut Ansel adalah zat yang digunakan untuk diagnosis, mengurangi rasa sakit, serta mengobati atau mencegah penyakit pada manusia atau hewan. Sedangkan menurut PERMENKES: 917/Menkes/Per/x/1993, obat (jadi) adalah sediaan atau paduan-paduan yang siap digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki secara fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnose, pencegahan, penyembuhan, pemulihan, peningkatan kesehatan dan kontrasepsi (Chaerunissa, et.al, 2009: 9). Dua definisi obat di atas, obat hanya mencakup pada penyakit jasmani saja.
Obat yang disebutkan Al-Qur’an ada dua yaitu Al-Qur’an itu sendiri dan madu. Dalam firman-Nya Allah swt menegaskan bahwa salah satu fungsi Al-Qur’an adalah sebagai obat. Allah berfirman:
Dan Kami turunkan dari Al-Quran suatu yang menjadi obat dan rahmat bagi orang-orang yang beriman dan Al Quran itu tidaklah menambah kepada orang-orang yang zalim selain kerugian (Q.S. Al-Isra’: 82)
Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dari Tuhanmu dan penyembuh (obat) bagi penyakit-penyakit (yang berada) dalam dada dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang beriman (Q.S. Yunus: 57)
5. Madu adalah obat bagi manusia dan satu-satunya obat (selain al-Qur’an) yang disebutkan di dalam Al-Qur’an. Ayat tersebut adalah:
Dari perut lebah itu keluar minuman (madu) yang bermacam-macam warnanya, di dalamnya terdapat obat yang menyembuhkan bagi manusia. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda (kebesaran Tuhan) bagi orang-orang yang memikirkan (Q.S. An-Nahl: 69).
Nabi saw juga menganjurkan agar berobat dengan menggunakan madu sebagaimana tercermin dari bunyi hadits,
عليكم بالشفائين العسل والقرآن
”Hendaklah kalian melakukan penyembuhan yaitu dengan madu dan Al-Qur’an.” (HR Ibnu Majah).
Ibnu Sina (358-415 H atau 980-1037 M), seorang ilmuwan Islam yang namanya dikenal di seluruh dunia hingga masa kini menganjurkan apabila seorang menginginkan badan tetap sehat dan segar maka orang tersebut agar minum madu setiap hari (Hambali, 2011: 103).
Madu mengandung banyak sekali unsur pembentuk maupun pengganti jaringan tubuh yang rusak. Bahkan di dalam madu terdapat unsur pembunuh kuman (anti bacterial) yang sangat potensial untuk pencegahan maupun penyembuhan infeksi. Efek antibacterial dari madu ini diperoleh antara lain karena:
a. Madu memiliki nilai “osmotic” yang tinggi yang dapat menghambat pertumbuhan mikroba.
b. Di dalam madu terkandung enzim (E. Gluko-Oksidase) yang mampu mengkonversi (glukosa + air) menjadi (asam glukonat + H2O2). Hidrogen peroksida (H2O2) dan asam glukonat itulah yang berfungsi sebagai antibacterial yang sangat potensial. Asam glukonat merupakan senyawa yang sangat mudah larut di dalam selaput membran sel kuman sehingga meningkatkan permeabilitas membrane tersebut dan akan memudahkan terjadinya oksidasi oleh H2O2.
Efek antibacterial dari madu ini justru lebih efektif dengan cara mengencerkan madu. Dengan konsentrasi H2Oyang hanya 0,02 sampai 0,05 m.molekul.per liter, sudah dapat menghambat pertumbuhan kuman dengan sangat efektif dan tidak memiliki efek samping berupa perusakan sel-sel fibroblast pada kulit. Kondisi ini bisa diperoleh dengan pengenceran madu asli antara 9 kali sampai dengan 56 kali pengenceran (Hambali, 2011: 119-121).
Di dalam kitab Zadu al-Ma’ad fi Hadyi Khairi al-Ibadi ketika menjelaskan hadits tentang penggunaan madu sebagai obat, dijelaskan bahwa madu diminum disertai air untuk meringankan proses pencernaan pada ludah (Raqith, 2007: 70).
c. Madu dengan konsentrasi yang cukup rendah (0,1%) juga dapat meningkatkan jumlah sel limfosit [2] di dalam darah sehingga keadaan ini dapat menimbulkan peningkatan kemampuan fagositik.
d. Pada konsentrasi yang agak tinggi (1%) madu juga merangsang “monosit” [3] untuk melepaskan “sitoksin” yang merupakan Factor Nekrosis [4] Tumor (TNF), yang dapat meningkatkan kekebalan tubuh terhadap serangan infeksi maupun tumor.
e. Karena terbentuknya asam glukonat, larutan juga memiliki derajat keasaman yang sangat tinggi (pH 3,2 – 4,5). Keadaan ini akan membantu aksi “makrofag” [5] untuk menghancurkan bakteri.
f. Madu juga mengandung germicidine yang merupakan antibiotic alami yang sangat potensial yang sampai sekarang belum dapat dibuat preparat sintetis yang setara dengannya.


No comments:

Post a Comment