Kesehatan Dalam
Al-Qur’an
Di dalam masalah kesehatan, Al-Qur’an lebih banyak menjelaskan
tindakan-tindakan yang bersifat pencegahan (preventif), daripada tindakan
pengobatan dan penyembuhan (kuratif). Hal ini harus direnungkan dan menjadi
panduan manusia dalam membangun kesehatan individu dan masyarakat. Prof. dr.
Hamad Hasan Raqith, PhD menegaskan bahwa secara umum, kesehatan dalam Islam
berprinsip pada upaya menjaga kesehatan secara preventif (menjaga kesehatan
sebelum sakit). Kemudian setelah itu, Islam menganjurkan pengobatan bagi siapa
yang membutuhkan karena sakit. Inilah salah satu prinsip dalam Islam yang
sesuai dengan karakteristik, kemampuan dan keadaan fitrah manusia (Raqith,
2007: 36).
Ibnu Sina (Avicena, 980-1036) pun berpendapat
demikian. Bahwa tujuan pertama ilmu pengobatan adalah untuk menjaga supaya
tetap sehat.
Ibnu Sina defined medicine –al tibb –as the
knowledge of the states of the human body in health and decline in health; its
purpose is to preserve health and endeavour to restore it whenever lost (Ebrahim, 1993: 30).
Demikian juga Imam Ibn Qayyim al Jauziyyah,
menjadikan usaha preventif sebagai prinsip yang pertama dalam pengobatan.
Imam Ibn Qayyim al Jawziyyah points out that
the principles of medicine are three, namely, protection of health, getting rid
or harmful things, and safeguarding against harm (Ebrahim, 1993: 28).
Tindakan-tindakan preventif yang dijelaskan di
dalam Al-Qur’an sebenarnya tidak dijelaskan secara khusus sebagai upaya untuk
menjaga kesehatan, namun merupakan bagian ibadah ritual dan panduan hidup
keseharian. Namun, justru itulah salah satu kelebihan syari’at Islam, dimana
tidak hanya memiliki nilai ibadah namun juga memiliki nilai-nilai yang lain, di
antaranya adalah nilai kesehatan. Beberapa ajaran Al-Qur’an yang mengandung
nilai preventif di dalam kesehatan (mencegah supaya tidak sakit) adalah:
a. Mengikuti aturan dan pola makan yang diajarkan oleh
Al-Qur’an, yaitu makan makanan yang halal, baik (higienis), dan tidak
berlebihan serta berpuasa dalam waktu-waktu tertentu.
Makan dan minumlah, dan janganlah
berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang
berlebih-lebihan (Q.S. Al-A’raf:
31)
Hai orang-orang yang beriman, makanlah di
antara rezki yang baik-baik yang Kami berikan kepadamu dan bersyukurlah kepada
Allah, jika benar-benar kepada-Nya kamu menyembah. (Q.S. Al-Baqarah: 172)
b. Menjaga kebersihan tubuh, pakaian dan lingkungan.
Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang
bertaubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri (Q.S. Al-Baqarah: 222)
Dan pakaianmu bersihkanlah (Q.S. Al-Muddatstsir: 4)
3. Al-Qur’an memberikan gambaran bahwa penyakit digolongkan
menjadi dua, yaitu penyakit hati (maa fish-shuduur) dan penyakit
jasmani. Oleh karena itu, definisi sehat harus mencakup kedua hal tersebut.
Ayat yang memberi gambaran adanya penyakit hati adalah:
Perangilah mereka, niscaya Allah akan
menghancurkan mereka dengan (perantaraan) tangan-tanganmu dan Allah akan
menghinakan mereka dan menolong kamu terhadap mereka, serta menyembuhkan hati
orang-orang yang beriman (QS at-Taubah:14)
Hai manusia, sesungguhnya telah datang
kepadamu pelajaran dari Tuhanmu dan penyembuh bagi penyakit-penyakit (yang
berada) dalam dada dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang beriman. QS
Yunus: 57
4. Al-Qur’an selain memaparkan tentang jenis-jenis penyakit,
juga memaparkan tentang obatnya. Menurut Al-Qur’an, obat tidak hanya zat yang
bisa menyembuhkan penyakit jasmani saja. Akan tetapi zat yang bisa mengobati
penyakit hati atau keduanya (penyakit jasmani dan hati) juga disebut sebagai
obat. Sebagai perbandingan, definisi obat menurut Ansel adalah zat yang
digunakan untuk diagnosis, mengurangi rasa sakit, serta mengobati atau mencegah
penyakit pada manusia atau hewan. Sedangkan menurut PERMENKES: 917/Menkes/Per/x/1993,
obat (jadi) adalah sediaan atau paduan-paduan yang siap digunakan untuk
mempengaruhi atau menyelidiki secara fisiologi atau keadaan patologi dalam
rangka penetapan diagnose, pencegahan, penyembuhan, pemulihan, peningkatan
kesehatan dan kontrasepsi (Chaerunissa, et.al, 2009: 9). Dua definisi obat di
atas, obat hanya mencakup pada penyakit jasmani saja.
Obat yang disebutkan Al-Qur’an ada dua yaitu Al-Qur’an itu
sendiri dan madu. Dalam firman-Nya Allah swt menegaskan bahwa salah satu fungsi
Al-Qur’an adalah sebagai obat. Allah berfirman:
Dan Kami turunkan dari Al-Quran suatu yang
menjadi obat dan rahmat bagi orang-orang yang beriman dan Al Quran itu tidaklah
menambah kepada orang-orang yang zalim selain kerugian (Q.S. Al-Isra’: 82)
Hai manusia, sesungguhnya telah datang
kepadamu pelajaran dari Tuhanmu dan penyembuh (obat) bagi penyakit-penyakit
(yang berada) dalam dada dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang
beriman (Q.S. Yunus: 57)
5. Madu adalah obat bagi manusia dan satu-satunya obat (selain
al-Qur’an) yang disebutkan di dalam Al-Qur’an. Ayat tersebut adalah:
Dari perut lebah itu keluar minuman (madu)
yang bermacam-macam warnanya, di dalamnya terdapat obat yang menyembuhkan bagi
manusia. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda
(kebesaran Tuhan) bagi orang-orang yang memikirkan (Q.S. An-Nahl: 69).
Nabi saw juga menganjurkan agar berobat dengan menggunakan madu
sebagaimana tercermin dari bunyi hadits,
عليكم بالشفائين العسل
والقرآن
”Hendaklah kalian melakukan penyembuhan yaitu
dengan madu dan Al-Qur’an.” (HR
Ibnu Majah).
Ibnu Sina (358-415 H atau 980-1037 M), seorang ilmuwan Islam
yang namanya dikenal di seluruh dunia hingga masa kini menganjurkan apabila
seorang menginginkan badan tetap sehat dan segar maka orang tersebut agar minum
madu setiap hari (Hambali, 2011: 103).
Madu mengandung banyak sekali unsur pembentuk maupun pengganti
jaringan tubuh yang rusak. Bahkan di dalam madu terdapat unsur pembunuh kuman
(anti bacterial) yang sangat potensial untuk pencegahan maupun penyembuhan
infeksi. Efek antibacterial dari madu ini diperoleh antara lain karena:
a. Madu memiliki nilai “osmotic” yang tinggi
yang dapat menghambat pertumbuhan mikroba.
b. Di dalam madu terkandung enzim (E.
Gluko-Oksidase) yang mampu mengkonversi (glukosa + air) menjadi (asam glukonat
+ H2O2). Hidrogen peroksida (H2O2)
dan asam glukonat itulah yang berfungsi sebagai antibacterial yang sangat
potensial. Asam glukonat merupakan senyawa yang sangat mudah larut di dalam
selaput membran sel kuman sehingga meningkatkan permeabilitas membrane tersebut
dan akan memudahkan terjadinya oksidasi oleh H2O2.
Efek antibacterial dari madu ini justru lebih efektif dengan
cara mengencerkan madu. Dengan konsentrasi H2O2 yang
hanya 0,02 sampai 0,05 m.molekul.per liter, sudah dapat menghambat pertumbuhan
kuman dengan sangat efektif dan tidak memiliki efek samping berupa perusakan
sel-sel fibroblast pada kulit. Kondisi ini bisa diperoleh dengan pengenceran
madu asli antara 9 kali sampai dengan 56 kali pengenceran (Hambali, 2011:
119-121).
Di dalam kitab Zadu al-Ma’ad fi Hadyi Khairi al-Ibadi ketika
menjelaskan hadits tentang penggunaan madu sebagai obat, dijelaskan bahwa madu
diminum disertai air untuk meringankan proses pencernaan pada ludah (Raqith,
2007: 70).
c. Madu dengan konsentrasi yang cukup rendah
(0,1%) juga dapat meningkatkan jumlah sel limfosit [2] di dalam darah sehingga
keadaan ini dapat menimbulkan peningkatan kemampuan fagositik.
d. Pada konsentrasi yang agak tinggi (1%) madu
juga merangsang “monosit” [3] untuk melepaskan “sitoksin” yang merupakan Factor
Nekrosis [4] Tumor (TNF), yang dapat meningkatkan kekebalan tubuh terhadap
serangan infeksi maupun tumor.
e. Karena terbentuknya asam glukonat, larutan
juga memiliki derajat keasaman yang sangat tinggi (pH 3,2 – 4,5). Keadaan ini
akan membantu aksi “makrofag” [5] untuk menghancurkan bakteri.
f. Madu juga mengandung germicidine yang
merupakan antibiotic alami yang sangat potensial yang sampai sekarang belum
dapat dibuat preparat sintetis yang setara dengannya.
No comments:
Post a Comment