A. Pendahuluan
Para ahli di bidang kajian
Al-Quran dan tafsir menjelaskan bahwa Al-Qur’an memiliki berbagai fungsinya,
yaitu Al-Qur’an sebagai petunjuk (hudan) bagi umat Islam khususnya (muttaqin)
yaitu hudan lil-muttaqin, bahkan petunjuk bagi umat manusia pada
umumnya (hudan lin-nas). Al-Qur’an juga berfungsi sebagai rahmat dan syifa’ sebagaimana
dijelaskan dalam Al-Qur’an Surat Al-Isra ayat 82:
Artinya:
“Dan kami turunkan dari Al Quran suatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi
orang-orang yang beriman dan Al Quran itu tidaklah menambah kepada orang-orang
yang zalim selain kerugian.” (Q.S. Al-Isra:82).
Ayat di atas secara langsung
menyebutkan redaksi “Al-Qur’an ma huwa syifa’un ( القرأن ما هو شفاء), berarti Al-Qu’an juga berfungsi sebagai penawar, obat, atau
mengandung unsure penyembuhan (syifa’) atas segala penyakit. Dengan
demikian, berdasarkan ayat di atas, secara implisit bahwa Al-Qur’an diturunkan
kepada Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam dari Allah
kepadanya melalui malaikat Jibril, adalah sebagaian Al-Qur’an mengandung unsur
penawar (obat) untuk menyembuhkan penyakit manusia. Bagi yang tak membaca
Al-Qur’an termasuk rugi dan zalim.
Di dalam surat dan ayat lain,
Allah Subhanahu wa Ta’ala menyatakan secara implisit
(redaksional) Surat Al-syu’ara ayat 80:
Artinya:
Artinya:
“Dan apabila aku sakit, Dia (Allah)-lah yang menyembuhkan aku.”
(Q.S. Asy-Syu’ara: 80).
Ayat 80 Surat Asy-Syu’ara secara
tegas menyatakan bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala pada
hakekatnya yang menyembuhkan segala penyakit yang diderita oleh manusia. Jadi,
dapatlah dipahami bahwa pada hakekatnya Allah sebagai penyembuh atas
segala penyakit manusia, dan manusia harus berusaha
mencari penyembuhan sebagai ikhtiar, usaha, atau syari’at (aturan) dengan
berbagai jalan menuju pada penyembuhan atas penyakit manusia.
Dalam ayat tersebut, kata
penyakit (maridh/مريض) meliputi
penyakit jasmani dan penyakit rohani. Penyakit jasmani dicarikan obatnya untuk penyembuhannya
dengan jalan dan pendekatan medis, dan penyakit rohani (psikis) dicarikan
obatnya dengan jalan dan pendekatan rohani (spiritual) yaitu dengan do’a, baik
do’a yang terkandung dalam Al-Qur’an dan Hadits Nabi Muhammad (Hadits nabawi)
ataupun dengan do’a-do’a yang diredaksikan oleh ulama dengan bersumber dari
Al-Qur’an dan Hadits (sesuai dengan ajaran Islam). Bahkan, kata maridh menunjukkan
penyakit manusia yang disebabkan oleh penyakit fisik seperti liver, jantung,
kanker, maag, dan sebagainya mempengaruhi jiwa (psikis) sehingga menimbulkna
penyakit psikis (kesehatan jiwa terganggu); begitu juga sebaliknya bahwa
penyakit psikis mempengaruhi dan menimbulkan penyakit fisis.
Misal, penyakit psikis (goncangan
jiwa manusia, mental disorder, stress, depresi, dan sejenisnya) menjadikan
manusia tidak nafsu makan, bahkan ia tidak lagi mau makan sehingga
mengakibatkan penyakit maag. Oleh sebab itu, seseorang yang sedang ditimpa
sakit (penyakit) dapat melakukan pengobatan secara medis (penyakit fisik) sekaligus
pengobatan secara psikis (spiritual), di mana jiwa (yang sehat) akan memotivasi
atau menjadi spirit untuk penyembuhan penyakit fisik. Menurut penulis, air
zamzam merupakan mediasi penyembuhan penyakit fisik dan psikis karena air
zamzam yang diminum dengan disertai do’a mempertemukan dua kekuatan fisik
(fisiologis) dan kekuatan psikis (psikologis) diri manusia. Di sinilah kekuatan
air zamzam yang memiliki keistimewaan sebagai syifa’.
B. Makna Syifa’
Berdasarkan dua ayat
di atas (Al-Qur’an Surat Al-Isra ayat 82 dan Surat Asy-Syu’ara ayat
80), kata Syifa’ berarti penawar,
obat, atau penyembuhan. Maksudya adalah, makna syifa’ mengandung
dua pemahaman dalah hal pengobatan dan penyembuhan atas penyakit, yaitu
pengobatan medis dan pengobatan non medias (pengobatan spiritual), di
mana pengobatan spiritual dikenal oleh masyarakat pada umumnya
(masyarakat awam) dengan sitilah “pengobatan alternatif.” Pengobatan medis yang
diamksud, adalah meliputi jenis-jenis obat yang dikemas secara medis dan
obata-obatan secara herbal atau jenis jamu-jamuan yakni obat dalam pengetian
jamu. Yang dimaksud pengobatan spiritual ialah melakukan olah jiwa untuk
menimbulkan ketenangan jiwa menjadi jiwa yang sehat memiliki pengaruh kuat
untuk penyembuhan penyakit fisik.
Syifa’ yang dijelaskan
dalam Al-Qur’an mengadung pemahaman pengobatan secara medis sekaligus
pengobatan spiritual dengan do’a-do’a yaitu bacaan ayat-ayat Al-Qur’an dan
zikir dengan kalimat-kalimat thayyibah: la ilaha illallah( لاإله إلاالله), Allahumma shalli ‘ala sayyidina Muhammad (أللهم صل على
سيدنا محمد), do’a
dengan asmaul husna: Ya Bariu, Ya Qawiyyu Ya
Matin, Ya Hayyu Ya Qayyum) يا بارئ- يا قوي يا متين- يا حي يا قيوم), dan
sebagainya.
Di dalam Al-Qur’an kata Syifa’ dalam berbagai
bentuk kata, seluruhnya disebutkan sebanyak 6 kali yaitu: Q.S. At-Taubat:14,
Q.S. Asy-Syu’ara:80, Q.S.Yunus:57, Q.S. An-Nahl:69, Q.S. Al-Isra:82, dan Q.S. Fushilat:44.
Kata Syifa’ dalam semua surat dan ayat tersebut mengandung
makna penawar, pengobatan, dan penyembuhan atas segala penyakit menyangkut
penyakit fisik dan psikis yang dialami oleh manusia.
C. Al-Qur’an
Berfungsi Sebagai Syifa’
Dari penjelasan di atas secara
singkat dapat dipahami bahwa syifa’ berarti obat penawar
untuk penyembuhan penyakit fisik dan psikis manusia. Allah yang memberikan
penyembuhan atas penakit manusia, dan manusia berusaha mencari obat penawaran
untuk penyembuhan penyakit. Obat penawar bermacam-macam yang secara garis besar
digolongkan pada dua pengobatan: medis dan spiritual, pengobatan medis dan
pengobatan non medis.
Di dalam Al-Qur’an disebutkan 6
kata syifa’ dan menunjukan pada pengobatan segala penyakit
fisik dan psikis, yaitu:
Artinya:
“Perangilah mereka, niscaya Allah akan menghancurkan mereka
dengan (perantaraan) tangan-tanganmu dan Allah akan menghinakan mereka dan
menolong kamu terhadap mereka, serta melegakan hati orang-orang
yang beriman.” (Q.S. At-taubat:14)
Dalam ayat 14 terdapat
kalimat úüÏZÏB÷s•B 7Qöqs% š u‘r߉߹ É#ô±o„ur berarti melegakkan
hati orang-orang beriman; ini mengandung pemahaman syifa’ush shudur ( شفاء الصدور) berarti obat
hati (bahasa Jawa: tombo ati) yaitu dada (hati) yang lega/lapang
menunjukkan hati yang bersih, jiwa yang sehat, hati yang tidak dihinggapi oleh
rasa ketakutan di mana pertolongan Allah datang bagi orang-orang yang tidak
memiliki keberanian, kepercayaan diri, prinsip hidup yang kuat, dan sejenisnya.
Ini memperlihatkan bahwa ketika manusia sedang dirundung malang, gelisah, rasa
takut, dan sebagainya agar ia selalu memohon kepada Allah untuk menolongnya.
Jadi, manusia agar selalu memohon pertolongan kepada Allah untuk
kesehatan manusia.
Timbulnya penyakit dada (hati)
manusia, boleh jadi disebabkan oleh diri manusia sendiri (faktor internal),
tetapi juga oleh faktor luar dirinya, seperti lingkungan social (orang lain)
dan lingkungan alam di mana manusia merasa tidak sanggup dan menyerah pada
keadaan alam. Di sinilah manusia harus memiliki keyakinan dan prinsp hidup yang
ditumbuhkan secara kuat dari dalam diri (dada/hati/jiwa) manusia itu sendiri
untuk menghadapi alam dan orang-orang yang menghina, atau yang dapat
menimbulkan kegoncangan jiwa manusia.
Ayat 14 di atas, terkaitkan
dengan ayat sebelumnya yaitu ayat 13 Surat At-Taubat yang artinya: “Mengapakah
kamu tidak memerangi orang-orang yang merusak sumpah (janjinya), padahal mereka
telah keras kemauannya untuk mengusir Rasul dan merekalah yang pertama mulai
memerangi kamu?. mengapakah kamu takut kepada mereka padahal Allah-lah yang
berhak untuk kamu takuti, jika kamu benar-benar orang yang beriman.”
Bila dikaitkan ayat 14 dengan
ayat sebelumnya (ayat 13) mengandung pemahaman bahwa hati manusia menjadi
gundah, kecewa, kesal, dan sejenisnya karena diakibatkan oleh orang-orang yang
merusak sumpah janji. Misal, seseorang menjadikan hatinya kecewa, kesal, gundah
gulana, dan sebagainya disebabkan oleh orang lain yang mengkhianati janji,
tidak komitmen dari kesepakatan yang telah dibangun bersama. Oleh sebab itu,
agar seseorang itu tidak berlarut dalam kekecewaan misalnya, agar tidak
menimbulkan stress, depresi, dan penyakit hati (jiwa) lainnya, agar ia selalu
memohon pertolongan dari Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Singkatnya, penyakit manusia
dapat disebabkan oleh kekecewaan, sempitnya hati, sehingga menimbulkan penyakit
psikis yang dapat mempengaruhi penyakit fisik; dan sebaliknya penyakit fisik
menimbulkan penyakit psikis. Untuk menyembuhkan penyakit hati tersebut, kita harus
berlapang dada dalam menghadapi kendala dan rintangan hidup di dunia ini
dengan iman (daya kekuatan spiritual) yang bersumber dari
ajaran Islam untuk dijadikan pedoman, prinsip, dan keyakinan hidup kita.
Artinya: “Dan apabila aku sakit, Dia (Allah)-lah yang
menyembuhkan aku.”
(Q.S. Asy-Syu’ara: 80).
Ayat 80 tersebut mengandung
pemahaman bahwa apabila manusia ditimpa sakit (penyakit), maka ia memohon
kepada Allah untuk kesembuhan penyakitnya. Maksudnya, apabila manusia sedang
sakit, agar ia menjadikan iman (bagi seseorang yang beriman /mukmin)
sebagai daya kekuatan spiritual yang menggerakkan dia untuk berusaha mencari
penyembuhannya, baik dengan melalui pendekatan medis dan non medis, berobat
secara medis dan berdo’a (spiritual); yang pada masa Nabi Muhammad
dinamakan thibun Nabawi.
Nabi Muhammad melakukan cara-cara
pengobatan dengan ramuan obat-obatan tanpa meninggalkan do’a, dan beliau
berdo’a tanpa mengabaikan ramuan pengobatan walaupun dengan hanya air yang
dibacakan do’a-do’a sebagai sarana/media memohon kepada Allah untuk penyembuhan
penyakit. Pada masa Nabi Muhammad ada pengobatan yang dinamakan Thibun
Nabawi, Ruqiyah, dan sejenisnya yang pada masa-masa selanjutnya hiingga
masa kini dikembangkan oleh para ahlinya di bidang kesehatan yaitu kedokteran
atau medis dan kethabiban, serta ahli pengobatan spiritual atau pengobatan
alternatif.
Artinya:
“Hai manusia, Sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dari
Tuhanmu dan penyembuh bagi penyakit-penyakit (yang berada) dalam dada dan
petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang beriman.” (Q.S. Yunus:
57).
Ayat 57 Surat Yunus memberikan
beberapa pemahaman, yaitu:
(a) Manusia pada
umumnya, dipanggil oleh Tuhan, sebagai sesembahan mereka terutama yang beriman
kepada-Nya yakni umat Islam (kaum mukmin) dan pengatur alam semesta, untuk
diberi nasehat yang datang dari dari Tuhan mereka yaitu Allah Subhanahu
wa Ta’ala sebagai pencipta (al-Khaliq), adalah nasehat agama
(Islam) yang bersumber dari Al-Qur’an dan Hadits Nabi serta penjelasan keduanya
yang dilakukan oleh ulama (hasil ijtihad ulama) berupa pendapat ulama untuk
kemudahan bagi umat Islam. Karena itu, ikutilah nasehat-nasehat Tuhamu yaitu
mereka mengamalkan Rukun Islam dalam bentuk amal ibadah
(saleh) dan akhlak yang mulia berlandaskan iman kepada Allah (Rukun Iman).
(b) Allah Subhanahu wa
Ta’ala telah mendatangkan penyembuhan bagi manusia yang sakit, dan
manusia (kususnya umat Islam) agar selalu memohon pertolongan kepada Allah
untuk penyembuhan dari penyakitnya karena Allah Subhanahu wa Ta’ala adalah
penyembuh atas segala penyakit manusia. Oleh karenanya, manusia harus
senantiasa berusaha dan berdo’a untuk penyembuhan penyakit dan menjaga
kesehatan jasmani dan jiwa mereka agar dapat beribadah yang dihiasi dengan
akhlak mulia.
(c) Allah Subhanahu
wa Ta’ala telah mendatangkan petunjuk bagi manusia, dan petunjuk
itulah yang membuat manusia memiliki prinsip hdup yang kuat, percaya diri, dan
terhindar dari penyakit jiwa (dalam dada manusia yaitu penyakit hati) seperti
kufur, hasud (dengki), rakus, tamak, angkara murka, dan menuruti hawa nafsu
yang mendorong manusia berbuat dosa, maksiat, keji dan mungkar. Penyakit hati
(jiwa) berdampak pada timbulnya gangguan kesehatan jiwa yang membuat manusia
menderita. Maka ikutilah petunjuk Tuhanmu untuk menjaga kesehatan jiwa.
(d) Allah Subhanahu wa Ta’ala juga
telah mendatangkan petunjuk bagi manusia. Dengan petunjuk, manusia dapat
menepis, menghindari, dan menjauhkan dari penyakit jiwa tersebut. Manusia yang
beragama (Islam) yakni umat Islam, baik sebagai pribadi maupun anggota
masyarakat dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara agar mereka
senantiasa memohon petunjuk kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala sehingga
mereka dalam menjalankan kehidupan senantiasa didasarkan petunjuk-Nya yaitu agama
Islam untuk diamalkan dalam kehidupan sehari-hari guna meraih pahala dan
kebaikan sehingga mereka merasakan kebahagiaan dan keselamatan hidup mereka di
dunia dan akherat kelak tergolong sebagai hamba Allah dan penghuni
surga-Nya.
(e) Allah Subhanahu
wa Ta’ala telah mendatangkan rahmat bagi manusia, agar mereka
merasakan kedamaian dan kesejukan hati sehingga mereka pun supaya saling
menebar kasih sayang dengan sesame manusia bahkan dengan makhluk Allah seperti
binatang atau hewan, tumbuhan, dan makhluk lainnya. Manusia yang mendapat
rahmat Allah, adalah orang-orang yang beriman dan berama saleh serta berakhlak
mulia, mereka akan merasakan rahmat Tuhan yang harus dijaga dan dikembangkan
oleh umat Islam. Manusia yang mendapatkan rahmat Allah, ia akan mengalami
ketengan jiwa, kesehatan jiwa dan kesehatan fisiknya.
Artinya:
“Kemudian makanlah dari tiap-tiap (macam) buah-buahan dan
tempuhlah jalan Tuhanmu yang telah dimudahkan (bagimu), dari perut lebah itu ke
luar minuman (madu) yang bermacam-macam warnanya, di dalamnya terdapat obat
yang menyembuhkan bagi manusia. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar
terdapat tanda (kebesaran Tuhan) bagi orang-orang yang memikirkan.” (Q.S. An-Nahl:
69).
Ayat 69 Surat An-Nahl tersebut
menunjukkan perintah Allah kepada manusia (umat Islam), agar mereka makan
bermacam-macam buah-buahan yang telah Allah Subhanahu wa Ta’ala sediakan
untuk manusia. Di sinilah Allah Subhanahu wa Ta’ala adalah
Tuhan Yang Maha Pemurah bagi manusia; dan oleh karena itu, manusia agar
senantiasa mengikuti jalan Tuhanmu yakni petunjuk Allah yang ditunjukkan kepada
manusia yaitu agama Islam (din al-Islam). Agama Islam yang disyari’atkan
kepada Nabi Muhammad bersumber dari Al-Qur’an dan Hadits (Wahyu Allah), dan
ulama merupakan pewaris para nabi Allah (العلماء ورثه الأنبياء), maka ikuti pula
nasehat ulama.
Ulama memberikan nasehat,
taushiyah, mau’izhah, atau fatwa tentang pesan Islam
(bersumber dari Al-Qur’an dan Hadits), agar umat Islam menaati agama Islam
sehingga mereka selalu mendapatkan kemudahan, petunjuk, rahmat, kesehatan atau
kesembuhan penyakit. Dalam konteks ayat tersebut, agar umat Islam menikmati
makanan dan minuman yang halal dan baik (halalan thayyiban). Bukan
makanan dan minuman yang haram, walaupun kelihatannya baik, tetapi merusak
kesehatan manusia. Makanan dan minuman yang haram haruslah ditinggalkan karna
mudharatnya lebih besar; itulah agar mereka selalu berpikir untuk membedakan
yang halal dan yang haram.
Contoh, khamr (minuman
keras, narkoba) mengandung manfaatnya, tetapi mudharatnya lebih besar yang
mengakibatkan penyakit (fisik dan jiwa) bagi manusia. Agama Islam mengharamkan
makanan dan minuman seperti: daging babi, minuan keras, bangkai, darah, lotre,
togel, judi, barang curian, harta hasil korupsi, dan sebagainya. Seseorang yang
menikmati makanan dan minuman yang berlebihan tidak disukai oleh
Allah, dan itu juga merusak kesehatan.
Artinya:
“Dan kami turunkan
dari Al Quran suatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang yang
beriman dan Al Quran itu tidaklah menambah kepada orang-orang yang zalim selain
kerugian.” (QS. Al-Isra:
82)
Ayat 82 Surat Al-Isra tersebut
mengandung pemahaman bahwa Allah menurunkan Al-Qur’an memiliki beberapa fungsi
dan manfaat bagi manusia, terutama bagi orang-orang yang memiliki iman
(keyakinan) kepada Allah bahwa Al-Qur’an juga dapat menjadi penawar (obat atau
penyembuhan) atas segala penyakit, baik penyakit jasmani ataupun penyakit
rohani. Maksudnya, Al-Qur’an apabila dibaca, dipahami, dihayati, diajadikan
amalan zikir dan dijadikan ruh (spirit) bagi manusia dalam aktivitas kehidupan
sehari-hari, maka Al-Qur’an dapat menjadi penawar atas segala penyakit sehingga
manusia terjaga kesehatannya, baik kesehatan jasmani dan rohani. Bahkan,
kesehatan rohani menjadikan manusia tenang, sehat jiwa dan mentalnya, jernih
kalbu dan perasaannya, positif berpikir dan pemikirannya, menjadikan manusia
memiliki aktivitas/amal yang baik dan kepribadiannya memancarkan akhlak mulia
yang dapat membawa kebaikan (mashlahat) bagi dirinya, orang lain, dan
lingkungan.
Sumber kebaikan berada pada jiwa
(hati dan akal manusia), dan hati manusia yang saling mengaih-sayangi dengan
sesamanya, maka muncullah rahmat, dan rahmat itulah yang menjadikan manusia
tenang pikirannya, sejuk hatinya, sehat diri dan baik kepribadiannya.
Oleh
sebab itu, rugilah manusia yang tidak mengamalkan Al-Qur’an dan ia termasuk
orang yang zalim terhadap Al-Qur’an. Kezaliman merugikan diri manusia, karena
zalim merupakan cerminan penyakit jiwa dalam dirinya dan merugikan orang lain
dan lingkungan sebab orang yang zalim membuat ia berbuat sewenang-wenang dan
melawan fitrah manusia. Untuk itu, dengan membaca dan mengamalkan Al-Qur’an
selain mendatangkan pahala, juga kebaikan dan rahmat yang membuat manusia
menjadi sehat ruh dan jasadnya.
Artinya:
“Dan Jikalau kami jadikan Al Quran itu suatu bacaan dalam bahasa
selain Arab, tentulah mereka mengatakan: "Mengapa tidak dijelaskan
ayat-ayatnya?" apakah (patut Al Quran) dalam bahasa asing sedang (rasul
adalah orang) Arab? Katakanlah: "Al Quran itu adalah petunjuk dan penawar
bagi orang-orang mukmin. dan orang-orang yang tidak beriman pada telinga mereka
ada sumbatan, sedang Al Quran itu suatu kegelapan bagi mereka[1334]. mereka itu
adalah (seperti) yang dipanggil dari tempat yang jauh”. (Q.S. Fushilat:
44).
Ayat di atas secara ekplisit
menyatakan, bahwa Al-Qur’an diturunkan dengan Bahasa Arab, tetapi Al-Qur’an
dapat dipahami dengan bahasa selain Arab (a’jam). Maksudnya, kita
sebagai bangsa Indonesia yang berbahasa Indonesia dalam membaca Al-Qur’an tetap
dengan bacaan Bahasa Arab sebagaimana Al-Qur’an diturunkan dengan Bahasa Arab.
Tetapi, kita dapat memahami isi kandungan Al-Qur’an dengan selain Bahasa Arab,
seperti Bahasa Indonesia, bahasa daerah (Lampung, Jawa, Palembang, dan sebagainya).
Al-Qur’an diturunkan kepada Rasul Muhammad yang berasal dari Banhgsa Arab, maka
Al-Qur’an diturunkan dengan Bahasa Arab supaya dapat dipahami oleh Nabi
Muhammad dan umatnya. Namun, karena Al-Qur’an sebagai petunjuk, argument, dalil
atauhujjah bagi umat Islam di berbagai daerah belahan dunia, maka
Al-Qur’an dibaca sesuai dengan bahasa asal turunnya Al-Qur’an yaitu Bahasa
Arab, tetapi dipahami dengan terjemahan bahasa asal daerah/bangsanya. Seperti
Bangsa Inggris membaca Al-Qur’an tetap sesuai dengan bahasa Al-Qur’an yaitu
Bahasa Arab, tetapi pemahaman Al-Qur’an dapat diterjemahkan sesuai dengan
Bahasa Inggris. Demikianlah, Al-Qur’an sebagai sumber ajaran Islam yang
merahmati bagi semesta alam.
Selain sebagai petunjuk,
Al-Qur’an juga berfungsi sebagai penawar (penyembuhan atau pengobatan) bagi
orang-orang yang beriman kepada Allah (mukmin) dan meyakini Al-Qur’an adalah
kebenaran yang bersumber dari Allah Subhanahu wa Ta’ala. Dengan
demikian, Al-Qur’an sebagai penawar atas segala penyakit manusia, meliputi
penyakit hati (jiwa) dan penyakit fisik (jasad) manusia. Untuk itu, agar
maanusia selalu sehat jasmani dan rohani, jadikanlah Al-Qur’an sebagai
petunjuk, syifa’, dan rahmat bagi manusia dan manusia (mukmin)
senantiasa mengamalkan Al-Qur’an dengan baik, dan jangan menzalimi Al-Qur’an
dalam pengertian hanya membaca Al-Qur’an tetapi melanggar isi Al-Qur’an yang
dibacanya. Apalagi seseorang yang tidak meyakini Al-Qur’an dan tidak pula
membacanya, apalagi mengamalkannya, maka ia termasuk orang yang sangat merugi.
D. Air Zam-zam Dinamakan Air Obat
(Maun Syifa’)
Air zamzam, menurut Hadits Nabi
Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa air zamzam
memiliki berbagai keistimewaan, yaitu:
(1) air yang membawa rahmat (maun rahmat);
(2) air yang membawa berkah (maun barakah);
(3) air yang membawa penyembuhan (maun syifa’);
(4) air yang membawa pengobatan dari sakit/pedih (maun
saqamun)
Oleh sebab
itu, Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam mengakan
untuk berdo’a ketika seseorang minum air zamzam, yaitu:
اللهم إنا نسئلك علما نافعا ورزقا واسعا وشفاء من كل داء وسقم برحمتك يا أرحم الراحمين
Artinya:
“Ya Allah, aku mohon kepada-Mu ilmu pengetahuan yang bermanfaat,
rizqi yang luas, dan kesembuhan dari segala penyakit dan kepedihan dengan
rahmat-Mu ya Allah Tuhan Yang Maha Pengasih segala dari pengasih”.
Kesimpulannya, air zamzam mengandung keistimewaan dan
mempertemukan penyembuhan secara medis dan spriritual bagi orang yang percaya
dengan Nabi Muhammad mengajarkan minum zamzam.
Salah satu nikmat dari Allah Azza wajalla, ketika Allah Subhaanahu
wata’aala, memberikan obat dari penyakit apa saja yang diderita oleh seorang
hamba.
Telah disebutkan dalam sahih Bukhari dari hadits Abu Hurairah
Radhiallohu Anhu bahwa Rasulullah Shallallohu ‘alaihi wasallam, bersabda:
ما أَنْزَلَ الله دَاءً إلا
أَنْزَلَ له شِفَاءً
“Tidaklah Allah menurunkan satu penyakit melainkan Allah telah
menurunkan untuknya obat penyembuh.”
(HR.Bukhari,no:5354)
Demikian pula disebutkan dalam sahih Muslim dari hadits Jabir
radiallohu anhu, bahwa Rasulullah Shallallohu ‘alaihi wasallam, bersabda:
لِكُلِّ دَاءٍ
دَوَاءٌ فإذا أُصِيبَ دَوَاءُ الدَّاءِ بَرَأَ بِإِذْنِ اللَّهِ عز وجل
“Setiap penyakit ada obatnya, jika obat itu sesuai dengan
penyakitnya, akan sembuh dengan izin Allah Azza wajalla,.”
(HR.Muslim,no:2204)
Disebutkan pula dari hadits Usamah bin Syarik radiallohu anhu,
berkata :
Telah datang seorang Baduwi kepada Rasulullah Shallallohu ‘alaihi
wasallam, lalu berkata: Wahai Rasulullah, Siapakah manusia terbaik?
Beliau menjawab: yang paling baik akhlaknya. Lalu Ia bertanya lagi: Wahai
Rasulullah, Apakah boleh kami berobat? Jawab Rasulullah Shallallohu ‘alaihi
wasallam, :
تَدَاوَوْا فان اللَّهَ
لم يُنَزِّلْ دَاءً ألا أَنْزَلَ له شِفَاءً عَلِمَهُ من عَلِمَهُ
وَجَهِلَهُ من جَهِلَهُ
“Berobatlah wahai hamba Allah, sesungguhnya Allah tidak menurunkan
satu penyakit melainkan Allah menurunkan obat untuknya, ada yang mengetahuinya
dan ada pula yang tidak mengetahuinya.”
Dalam riwayat lain dengan lafaz:
إِنَّ اللَّهَ عز وجل
لم يُنْزِلْ دَاءً إِلا أَنْزَلَ له
دَوَاءً غير دَاءٍ وَاحِدٍ قالوا يا رَسُولَ اللَّهِ وما هو قال الْهَرَمُ
“Sesungguhnya Allah Azza wajalla, tidak menurunkan satu penyakit
melainkan Allah menurunkan untuknya obat, kecuali satu penyakit”. Mereka
bertanya: apa itu wahai Rasulullah?, Beliau menjawab: “Pikun”.
(HR.Ahmad (4/278), lafazh yang kedua diriwayatkan oleh Abu Dawud
(3855), Thabarani dalam al-kabir (1/181), Ibnu Hibban (486), Al-Hakim dalam
Al-Mustadrak (4/220), Al-Humaidi dalam musnad (824), Al-Mukhtarah (4/169),
disahihkan Al-Albani dalam shahih al-jami’,no:2930)
Penyakit bodoh dengan bertanya
Hadits ini mencakup berbagai macam penyakit hati, rohani dan
jasmani demikian pula penawarnya. Nabi Shallallohu ‘alaihi wasallam, telah
menyebutkan bahwa kejahilan merupakan sebuah penyakit, dan Beliau menerangkan
obatnya dengan bertanya kepada para ulama. Allah Azza wajalla, berfirman:
فَاسْأَلُوا أَهْلَ الذِّكْرِ
إِنْ كُنْتُمْ لَا تَعْلَمُونَ
“Bertanyalah kepada ahlinya jika kalian tidak mengetahui.”
(QS.An-Nahl:43, Al-Anbiya:7)
Disebutkan dari hadits Jabir radiallohu anhu, berkata: kami keluar
dalam satu perjalanan safar, lalu salah seorang dari kami dijatuhi batu yang
melukai kepalanya. Lalu dia dalam keadaan junub, maka dia bertanya kepada
sahabtnya: apa menurut kalian ada keringanan bagiku untuk bertayammum? Mereka
menjawab: Kami tidak mendapati keringanan bagimu jika engkau sanggup
menggunakan air. Maka iapun mandi, akhirnya ia mati. Tatkala kami mendatangi
Nabi Shallallohu ‘alaihi wasallam, , Beliau dikabari tentang hal
itu, maka Rasulullah Shallallohu ‘alaihi wasallam, bersabda:
“Mereka telah membunuhnya, Semoga Allah membunuh mereka (Beliau
mengucapkannya sebagai bentuk hardikan, pent). Tidakkah mereka bertanya jika
mereka tidak mengetahui? Sesungguhnya obat dari kejahilan adalah bertanya.”
(HR.Abu Dawud (336), dihasankan oleh Al-Albani dalam sahih Abu
Dawud)
Maka Rasulullah Shallallohu ‘alaihi wasallam, memberitakan bahwa
kejahilan merupakan penyakit, dan obatnya adalah bertanya.
No comments:
Post a Comment