Monday, 13 April 2015

AL-QUR’AN DAN AIR ZAMZAM SEBAGAI SYIFA’


A.   Pendahuluan
Para ahli di bidang kajian Al-Quran dan tafsir menjelaskan bahwa Al-Qur’an memiliki berbagai fungsinya, yaitu Al-Qur’an sebagai petunjuk (hudan) bagi umat Islam khususnya (muttaqin) yaitu hudan lil-muttaqin, bahkan petunjuk bagi umat manusia pada umumnya (hudan lin-nas). Al-Qur’an juga berfungsi sebagai rahmat dan syifa’ sebagaimana dijelaskan dalam Al-Qur’an Surat Al-Isra ayat 82:

Artinya:
“Dan kami turunkan dari Al Quran suatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman dan Al Quran itu tidaklah menambah kepada orang-orang yang zalim selain kerugian.” (Q.S. Al-Isra:82).
Ayat di atas secara langsung menyebutkan  redaksi “Al-Qur’an ma huwa syifa’un ( القرأن ما هو شفاء), berarti Al-Qu’an juga berfungsi sebagai penawar, obat, atau mengandung unsure penyembuhan (syifa’) atas segala penyakit. Dengan demikian, berdasarkan ayat di atas, secara implisit bahwa Al-Qur’an diturunkan kepada Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam dari Allah kepadanya melalui malaikat Jibril, adalah sebagaian Al-Qur’an mengandung unsur penawar (obat) untuk menyembuhkan penyakit manusia. Bagi yang tak membaca Al-Qur’an termasuk rugi dan zalim.
Di dalam surat dan ayat lain, Allah Subhanahu wa Ta’ala menyatakan secara implisit (redaksional) Surat Al-syu’ara ayat 80: 

Artinya:
“Dan apabila aku sakit, Dia (Allah)-lah yang menyembuhkan aku.”
(Q.S. Asy-Syu’ara: 80).
Ayat 80 Surat Asy-Syu’ara secara tegas menyatakan bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala pada hakekatnya yang menyembuhkan segala penyakit yang diderita oleh manusia. Jadi, dapatlah dipahami bahwa pada hakekatnya Allah sebagai penyembuh atas segala penyakit manusia, dan manusia harus berusaha mencari penyembuhan sebagai ikhtiar, usaha, atau syari’at (aturan) dengan berbagai jalan menuju pada penyembuhan atas penyakit manusia.
Dalam ayat tersebut, kata penyakit (maridh/مريض)  meliputi penyakit jasmani dan penyakit rohani. Penyakit jasmani dicarikan obatnya untuk penyembuhannya dengan jalan dan pendekatan medis, dan penyakit rohani (psikis) dicarikan obatnya dengan jalan dan pendekatan rohani (spiritual) yaitu dengan do’a, baik do’a yang terkandung dalam Al-Qur’an dan Hadits Nabi Muhammad (Hadits nabawi) ataupun dengan do’a-do’a yang diredaksikan oleh ulama dengan bersumber dari Al-Qur’an dan Hadits (sesuai dengan ajaran Islam). Bahkan, kata maridh menunjukkan penyakit manusia yang disebabkan oleh penyakit fisik seperti liver, jantung, kanker, maag, dan sebagainya mempengaruhi jiwa (psikis) sehingga menimbulkna penyakit psikis (kesehatan jiwa terganggu); begitu juga sebaliknya bahwa penyakit psikis mempengaruhi dan menimbulkan penyakit fisis.
Misal, penyakit psikis (goncangan jiwa manusia, mental disorder, stress, depresi, dan sejenisnya) menjadikan manusia tidak nafsu makan, bahkan ia tidak lagi mau makan sehingga mengakibatkan penyakit maag. Oleh sebab itu, seseorang yang sedang ditimpa sakit (penyakit) dapat melakukan pengobatan secara medis (penyakit fisik) sekaligus pengobatan secara psikis (spiritual), di mana jiwa (yang sehat) akan memotivasi atau menjadi spirit untuk penyembuhan penyakit fisik. Menurut penulis, air zamzam merupakan mediasi penyembuhan penyakit fisik dan psikis karena air zamzam yang diminum dengan disertai do’a mempertemukan dua kekuatan fisik (fisiologis) dan kekuatan psikis (psikologis) diri manusia. Di sinilah kekuatan air zamzam yang memiliki keistimewaan sebagai syifa’.

B.  Makna Syifa’
Berdasarkan  dua ayat di atas (Al-Qur’an Surat  Al-Isra ayat 82 dan Surat Asy-Syu’ara ayat 80), kata Syifa’ berarti  penawar, obat, atau penyembuhan. Maksudya adalah, makna syifa’  mengandung dua pemahaman dalah hal pengobatan dan penyembuhan atas penyakit, yaitu pengobatan medis dan pengobatan non medias (pengobatan spiritual), di mana  pengobatan spiritual dikenal oleh masyarakat pada umumnya (masyarakat awam) dengan sitilah “pengobatan alternatif.” Pengobatan medis yang diamksud, adalah meliputi jenis-jenis obat yang dikemas secara medis dan obata-obatan secara herbal atau jenis jamu-jamuan yakni obat dalam pengetian jamu. Yang dimaksud pengobatan spiritual ialah melakukan olah jiwa untuk menimbulkan ketenangan jiwa menjadi jiwa yang sehat memiliki pengaruh kuat untuk penyembuhan penyakit fisik.
Syifa’ yang dijelaskan dalam Al-Qur’an mengadung pemahaman pengobatan secara medis sekaligus pengobatan spiritual dengan do’a-do’a yaitu bacaan ayat-ayat Al-Qur’an dan zikir dengan kalimat-kalimat thayyibahla ilaha illallah( لاإله إلاالله), Allahumma shalli ‘ala sayyidina Muhammad (أللهم صل على سيدنا محمد), do’a dengan asmaul husnaYa Bariu, Ya Qawiyyu Ya Matin, Ya Hayyu Ya Qayyum يا بارئ- يا قوي يا متين- يا حي يا قيوم), dan sebagainya.
Di dalam Al-Qur’an kata Syifa’ dalam berbagai bentuk kata, seluruhnya disebutkan sebanyak 6 kali yaitu: Q.S. At-Taubat:14, Q.S. Asy-Syu’ara:80, Q.S.Yunus:57, Q.S. An-Nahl:69, Q.S. Al-Isra:82, dan Q.S. Fushilat:44. Kata Syifa’ dalam semua surat dan ayat tersebut mengandung makna penawar, pengobatan, dan penyembuhan atas segala penyakit menyangkut penyakit fisik dan psikis yang dialami oleh manusia.

    
C.   Al-Qur’an Berfungsi Sebagai Syifa’
Dari penjelasan di atas secara singkat dapat dipahami bahwa syifa’  berarti obat penawar untuk penyembuhan penyakit fisik dan psikis manusia. Allah yang memberikan penyembuhan atas penakit manusia, dan manusia berusaha mencari obat penawaran untuk penyembuhan penyakit. Obat penawar bermacam-macam yang secara garis besar digolongkan pada dua pengobatan: medis dan spiritual, pengobatan medis dan pengobatan non medis.
Di dalam Al-Qur’an disebutkan 6 kata syifa’ dan menunjukan pada pengobatan segala penyakit fisik dan psikis, yaitu:

Artinya:
“Perangilah mereka, niscaya Allah akan menghancurkan mereka dengan (perantaraan) tangan-tanganmu dan Allah akan menghinakan mereka dan menolong kamu terhadap mereka, serta melegakan hati orang-orang yang beriman.” (Q.S. At-taubat:14)
Dalam ayat 14 terdapat kalimat  úüÏZÏB÷sB 7Qöqs% š urßß¹ É#ô±our   berarti melegakkan hati orang-orang beriman; ini mengandung pemahaman syifa’ush shudur  ( شفاء الصدور) berarti obat hati (bahasa Jawa: tombo ati) yaitu dada (hati) yang lega/lapang menunjukkan hati yang bersih, jiwa yang sehat, hati yang tidak dihinggapi oleh rasa ketakutan di mana pertolongan Allah datang bagi orang-orang yang tidak memiliki keberanian, kepercayaan diri, prinsip hidup yang kuat, dan sejenisnya. Ini memperlihatkan bahwa ketika manusia sedang dirundung malang, gelisah, rasa takut, dan sebagainya agar ia selalu memohon kepada Allah untuk menolongnya. Jadi, manusia agar selalu  memohon pertolongan kepada Allah untuk kesehatan manusia.
Timbulnya penyakit dada (hati) manusia, boleh jadi disebabkan oleh diri manusia sendiri (faktor internal), tetapi juga oleh faktor luar dirinya, seperti lingkungan social (orang lain) dan lingkungan alam di mana manusia merasa tidak sanggup dan menyerah pada keadaan alam. Di sinilah manusia harus memiliki keyakinan dan prinsp hidup yang ditumbuhkan secara kuat dari dalam diri (dada/hati/jiwa) manusia itu sendiri untuk menghadapi alam dan orang-orang yang menghina, atau  yang dapat menimbulkan kegoncangan jiwa manusia.
Ayat 14 di atas, terkaitkan dengan ayat sebelumnya yaitu ayat 13 Surat At-Taubat yang artinya: “Mengapakah kamu tidak memerangi orang-orang yang merusak sumpah (janjinya), padahal mereka telah keras kemauannya untuk mengusir Rasul dan merekalah yang pertama mulai memerangi kamu?. mengapakah kamu takut kepada mereka padahal Allah-lah yang berhak untuk kamu takuti, jika kamu benar-benar orang yang beriman.”
Bila dikaitkan ayat 14 dengan ayat sebelumnya (ayat 13) mengandung pemahaman bahwa hati manusia menjadi gundah, kecewa, kesal, dan sejenisnya karena diakibatkan oleh orang-orang yang merusak sumpah janji. Misal, seseorang menjadikan hatinya kecewa, kesal, gundah gulana, dan sebagainya disebabkan oleh orang lain yang mengkhianati janji, tidak komitmen dari kesepakatan yang telah dibangun bersama. Oleh sebab itu, agar seseorang itu tidak berlarut dalam kekecewaan misalnya, agar tidak menimbulkan stress, depresi, dan penyakit hati (jiwa) lainnya, agar ia selalu memohon pertolongan dari Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Singkatnya, penyakit manusia dapat disebabkan oleh kekecewaan, sempitnya hati, sehingga menimbulkan penyakit psikis yang dapat mempengaruhi penyakit fisik; dan sebaliknya penyakit fisik menimbulkan penyakit psikis. Untuk menyembuhkan penyakit hati tersebut, kita harus berlapang dada dalam menghadapi kendala dan rintangan hidup di dunia ini dengan iman (daya kekuatan spiritual) yang bersumber dari ajaran Islam untuk dijadikan pedoman, prinsip, dan keyakinan hidup kita.

Artinya: “Dan apabila aku sakit, Dia (Allah)-lah yang menyembuhkan aku.”
(Q.S. Asy-Syu’ara: 80).
Ayat 80 tersebut mengandung pemahaman bahwa apabila manusia ditimpa sakit (penyakit), maka ia memohon kepada Allah untuk kesembuhan penyakitnya. Maksudnya, apabila manusia sedang sakit, agar ia menjadikan iman (bagi seseorang yang beriman /mukmin) sebagai daya kekuatan spiritual yang menggerakkan dia untuk berusaha mencari penyembuhannya, baik dengan melalui pendekatan medis dan non medis, berobat secara medis dan berdo’a (spiritual); yang pada masa Nabi Muhammad dinamakan thibun Nabawi.  
Nabi Muhammad melakukan cara-cara pengobatan dengan ramuan obat-obatan tanpa meninggalkan do’a, dan beliau berdo’a tanpa mengabaikan ramuan pengobatan walaupun dengan hanya air yang dibacakan do’a-do’a sebagai sarana/media memohon kepada Allah untuk penyembuhan penyakit. Pada masa Nabi Muhammad ada pengobatan yang dinamakan Thibun Nabawi, Ruqiyah, dan sejenisnya yang pada masa-masa selanjutnya hiingga masa kini dikembangkan oleh para ahlinya di bidang kesehatan yaitu kedokteran atau medis dan kethabiban, serta ahli pengobatan spiritual atau pengobatan alternatif.

Artinya:
“Hai manusia, Sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dari Tuhanmu dan penyembuh bagi penyakit-penyakit (yang berada) dalam dada dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang beriman.” (Q.S. Yunus: 57).
Ayat 57 Surat Yunus memberikan beberapa pemahaman, yaitu:
(a)      Manusia pada umumnya, dipanggil oleh Tuhan, sebagai sesembahan mereka terutama yang beriman kepada-Nya yakni umat Islam (kaum mukmin) dan pengatur alam semesta, untuk diberi nasehat yang datang dari dari Tuhan mereka yaitu Allah Subhanahu wa Ta’ala sebagai pencipta (al-Khaliq), adalah nasehat agama (Islam) yang bersumber dari Al-Qur’an dan Hadits Nabi serta penjelasan keduanya yang dilakukan oleh ulama (hasil ijtihad ulama) berupa pendapat ulama untuk kemudahan bagi umat Islam. Karena itu, ikutilah nasehat-nasehat Tuhamu yaitu mereka mengamalkan Rukun Islam dalam bentuk amal ibadah (saleh) dan akhlak yang mulia berlandaskan iman kepada Allah (Rukun Iman).
(b)      Allah Subhanahu wa Ta’ala telah mendatangkan penyembuhan bagi manusia yang sakit, dan manusia (kususnya umat Islam) agar selalu memohon pertolongan kepada Allah untuk penyembuhan dari penyakitnya karena Allah Subhanahu wa Ta’ala adalah penyembuh atas segala penyakit manusia. Oleh karenanya, manusia harus senantiasa berusaha dan berdo’a untuk penyembuhan penyakit dan menjaga kesehatan jasmani dan jiwa mereka agar dapat beribadah yang dihiasi dengan akhlak mulia.
(c)      Allah Subhanahu wa Ta’ala telah mendatangkan petunjuk bagi manusia, dan petunjuk itulah yang membuat manusia memiliki prinsip hdup yang kuat, percaya diri, dan terhindar dari penyakit jiwa (dalam dada manusia yaitu penyakit hati) seperti kufur, hasud (dengki), rakus, tamak, angkara murka, dan menuruti hawa nafsu yang mendorong manusia berbuat dosa, maksiat, keji dan mungkar. Penyakit hati (jiwa) berdampak pada timbulnya gangguan kesehatan jiwa yang membuat manusia menderita. Maka ikutilah petunjuk Tuhanmu untuk menjaga kesehatan jiwa.
(d)     Allah Subhanahu wa Ta’ala juga telah mendatangkan petunjuk bagi manusia. Dengan petunjuk, manusia dapat menepis, menghindari, dan menjauhkan dari penyakit jiwa tersebut. Manusia yang beragama (Islam) yakni umat Islam, baik sebagai pribadi maupun anggota masyarakat dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara agar mereka senantiasa memohon petunjuk kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala sehingga mereka dalam menjalankan kehidupan senantiasa didasarkan petunjuk-Nya yaitu agama Islam untuk diamalkan dalam kehidupan sehari-hari guna meraih pahala dan kebaikan sehingga mereka merasakan kebahagiaan dan keselamatan hidup mereka di dunia dan akherat kelak tergolong sebagai hamba Allah dan penghuni surga-Nya.  
(e)      Allah Subhanahu wa Ta’ala telah mendatangkan rahmat bagi manusia, agar mereka merasakan kedamaian dan kesejukan hati sehingga mereka pun supaya saling menebar kasih sayang dengan sesame manusia bahkan dengan makhluk Allah seperti binatang atau hewan, tumbuhan, dan makhluk lainnya. Manusia yang mendapat rahmat Allah, adalah orang-orang yang beriman dan berama saleh serta berakhlak mulia, mereka akan merasakan rahmat Tuhan yang harus dijaga dan dikembangkan oleh umat Islam. Manusia yang mendapatkan rahmat Allah, ia akan mengalami ketengan jiwa, kesehatan jiwa dan kesehatan fisiknya.
 Artinya:
“Kemudian makanlah dari tiap-tiap (macam) buah-buahan dan tempuhlah jalan Tuhanmu yang telah dimudahkan (bagimu), dari perut lebah itu ke luar minuman (madu) yang bermacam-macam warnanya, di dalamnya terdapat obat yang menyembuhkan bagi manusia. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda (kebesaran Tuhan) bagi orang-orang yang memikirkan.” (Q.S. An-Nahl: 69).
Ayat 69 Surat An-Nahl tersebut menunjukkan perintah Allah kepada manusia (umat Islam), agar mereka makan bermacam-macam buah-buahan yang telah Allah Subhanahu wa Ta’ala sediakan untuk manusia. Di sinilah Allah Subhanahu wa Ta’ala adalah Tuhan Yang Maha Pemurah bagi manusia; dan oleh karena itu, manusia agar senantiasa mengikuti jalan Tuhanmu yakni petunjuk Allah yang ditunjukkan kepada manusia yaitu agama Islam (din al-Islam). Agama Islam yang disyari’atkan kepada Nabi Muhammad bersumber dari Al-Qur’an dan Hadits (Wahyu Allah), dan ulama merupakan pewaris para nabi Allah (العلماء ورثه الأنبياء), maka ikuti pula nasehat ulama.
Ulama memberikan nasehat, taushiyah, mau’izhah, atau fatwa tentang pesan Islam (bersumber dari Al-Qur’an dan Hadits), agar umat Islam menaati agama Islam sehingga mereka selalu mendapatkan kemudahan, petunjuk, rahmat, kesehatan atau kesembuhan penyakit. Dalam konteks ayat tersebut, agar umat Islam menikmati makanan dan minuman yang halal dan baik (halalan thayyiban). Bukan makanan dan minuman yang haram, walaupun kelihatannya baik, tetapi merusak kesehatan manusia. Makanan dan minuman yang haram haruslah ditinggalkan karna mudharatnya lebih besar; itulah agar mereka selalu berpikir untuk membedakan yang halal dan yang haram.
Contoh, khamr (minuman keras, narkoba) mengandung manfaatnya, tetapi mudharatnya lebih besar yang mengakibatkan penyakit (fisik dan jiwa) bagi manusia. Agama Islam mengharamkan makanan dan minuman seperti: daging babi, minuan keras, bangkai, darah, lotre, togel, judi, barang curian, harta hasil korupsi, dan sebagainya. Seseorang yang menikmati makanan dan  minuman yang berlebihan tidak disukai oleh Allah, dan itu juga merusak kesehatan.
 Artinya:
“Dan kami turunkan dari Al Quran suatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman dan Al Quran itu tidaklah menambah kepada orang-orang yang zalim selain kerugian.” (QS. Al-Isra: 82)
Ayat 82 Surat Al-Isra tersebut mengandung pemahaman bahwa Allah menurunkan Al-Qur’an memiliki beberapa fungsi dan manfaat bagi manusia, terutama bagi orang-orang yang memiliki iman (keyakinan) kepada Allah bahwa Al-Qur’an juga dapat menjadi penawar (obat atau penyembuhan) atas segala penyakit, baik penyakit jasmani ataupun penyakit rohani. Maksudnya, Al-Qur’an apabila dibaca, dipahami, dihayati, diajadikan amalan zikir dan dijadikan ruh (spirit) bagi manusia dalam aktivitas kehidupan sehari-hari, maka Al-Qur’an dapat menjadi penawar atas segala penyakit sehingga manusia terjaga kesehatannya, baik kesehatan jasmani dan rohani. Bahkan, kesehatan rohani menjadikan manusia tenang, sehat jiwa dan mentalnya, jernih kalbu dan perasaannya, positif berpikir dan pemikirannya, menjadikan manusia memiliki aktivitas/amal yang baik dan kepribadiannya memancarkan akhlak mulia yang dapat membawa kebaikan (mashlahat) bagi dirinya, orang lain,  dan lingkungan.
Sumber kebaikan berada pada jiwa (hati dan akal manusia), dan hati manusia yang saling mengaih-sayangi dengan sesamanya, maka muncullah rahmat, dan rahmat itulah yang menjadikan manusia tenang pikirannya, sejuk hatinya, sehat diri dan baik kepribadiannya.
            Oleh sebab itu, rugilah manusia yang tidak mengamalkan Al-Qur’an dan ia termasuk orang yang zalim terhadap Al-Qur’an. Kezaliman merugikan diri manusia, karena zalim merupakan cerminan penyakit jiwa dalam dirinya dan merugikan orang lain dan lingkungan sebab orang yang zalim membuat ia berbuat sewenang-wenang dan melawan fitrah manusia. Untuk itu, dengan membaca dan mengamalkan Al-Qur’an selain mendatangkan pahala, juga kebaikan dan rahmat yang membuat manusia menjadi sehat ruh dan jasadnya.         

Artinya: 
“Dan Jikalau kami jadikan Al Quran itu suatu bacaan dalam bahasa selain Arab, tentulah mereka mengatakan: "Mengapa tidak dijelaskan ayat-ayatnya?" apakah (patut Al Quran) dalam bahasa asing sedang (rasul adalah orang) Arab? Katakanlah: "Al Quran itu adalah petunjuk dan penawar bagi orang-orang mukmin. dan orang-orang yang tidak beriman pada telinga mereka ada sumbatan, sedang Al Quran itu suatu kegelapan bagi mereka[1334]. mereka itu adalah (seperti) yang dipanggil dari tempat yang jauh”. (Q.S. Fushilat: 44).
Ayat di atas secara ekplisit menyatakan, bahwa Al-Qur’an diturunkan dengan Bahasa Arab, tetapi Al-Qur’an dapat dipahami dengan bahasa selain Arab (a’jam). Maksudnya, kita sebagai bangsa Indonesia yang berbahasa Indonesia dalam membaca Al-Qur’an tetap dengan bacaan Bahasa Arab sebagaimana Al-Qur’an diturunkan dengan Bahasa Arab. Tetapi, kita dapat memahami isi kandungan Al-Qur’an dengan selain Bahasa Arab, seperti Bahasa Indonesia, bahasa daerah (Lampung, Jawa, Palembang, dan sebagainya). Al-Qur’an diturunkan kepada Rasul Muhammad yang berasal dari Banhgsa Arab, maka Al-Qur’an diturunkan dengan Bahasa Arab supaya dapat dipahami oleh Nabi Muhammad dan umatnya. Namun, karena Al-Qur’an sebagai petunjuk, argument, dalil atauhujjah bagi umat Islam di berbagai daerah belahan dunia, maka Al-Qur’an dibaca sesuai dengan bahasa asal turunnya Al-Qur’an yaitu Bahasa Arab, tetapi dipahami dengan terjemahan bahasa asal daerah/bangsanya. Seperti Bangsa Inggris membaca Al-Qur’an tetap sesuai dengan bahasa Al-Qur’an yaitu Bahasa Arab, tetapi pemahaman Al-Qur’an dapat diterjemahkan sesuai dengan Bahasa Inggris. Demikianlah, Al-Qur’an sebagai sumber ajaran Islam yang merahmati bagi semesta alam.
Selain sebagai petunjuk, Al-Qur’an juga berfungsi sebagai penawar (penyembuhan atau pengobatan) bagi orang-orang yang beriman kepada Allah (mukmin) dan meyakini Al-Qur’an adalah kebenaran yang bersumber dari Allah Subhanahu wa Ta’ala. Dengan demikian, Al-Qur’an sebagai penawar atas segala penyakit manusia, meliputi penyakit hati (jiwa) dan penyakit fisik (jasad) manusia. Untuk itu, agar maanusia selalu sehat jasmani dan rohani, jadikanlah Al-Qur’an sebagai petunjuk, syifa’, dan rahmat bagi manusia dan manusia (mukmin) senantiasa mengamalkan Al-Qur’an dengan baik, dan jangan menzalimi Al-Qur’an dalam pengertian hanya membaca Al-Qur’an tetapi melanggar isi Al-Qur’an yang dibacanya. Apalagi seseorang yang tidak meyakini Al-Qur’an dan tidak pula membacanya, apalagi mengamalkannya, maka ia termasuk orang yang sangat merugi. 

D.  Air Zam-zam Dinamakan Air Obat (Maun Syifa’)
Air zamzam, menurut Hadits Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam  bahwa air zamzam memiliki berbagai keistimewaan, yaitu:
(1) air yang membawa rahmat (maun rahmat);
(2) air yang membawa berkah (maun barakah);
(3) air yang membawa penyembuhan (maun syifa’);
(4) air yang membawa pengobatan dari sakit/pedih (maun saqamun)
        Oleh sebab itu,  Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam mengakan untuk berdo’a ketika seseorang minum air zamzam, yaitu:

اللهم إنا نسئلك علما نافعا ورزقا واسعا وشفاء من كل داء وسقم برحمتك يا أرحم الراحمين
Artinya:
“Ya Allah, aku mohon kepada-Mu ilmu pengetahuan yang bermanfaat, rizqi yang luas, dan kesembuhan dari segala penyakit dan kepedihan dengan rahmat-Mu ya Allah Tuhan Yang Maha Pengasih segala dari pengasih”.
Kesimpulannya, air zamzam mengandung keistimewaan dan mempertemukan penyembuhan secara medis dan spriritual bagi orang yang percaya dengan Nabi Muhammad mengajarkan minum zamzam.
Salah satu nikmat dari Allah Azza wajalla, ketika Allah Subhaanahu wata’aala, memberikan obat dari penyakit apa saja yang diderita oleh seorang hamba.
Telah disebutkan dalam sahih Bukhari dari hadits Abu Hurairah Radhiallohu Anhu bahwa Rasulullah Shallallohu ‘alaihi wasallam, bersabda:
ما أَنْزَلَ الله دَاءً إلا أَنْزَلَ له شِفَاءً
“Tidaklah Allah menurunkan satu penyakit melainkan Allah telah menurunkan untuknya obat penyembuh.”
(HR.Bukhari,no:5354)

Demikian pula disebutkan dalam sahih Muslim dari hadits Jabir radiallohu anhu, bahwa Rasulullah Shallallohu ‘alaihi wasallam, bersabda:
لِكُلِّ دَاءٍ دَوَاءٌ فإذا أُصِيبَ دَوَاءُ الدَّاءِ بَرَأَ بِإِذْنِ اللَّهِ عز وجل
“Setiap penyakit ada obatnya, jika obat itu sesuai dengan penyakitnya, akan sembuh dengan izin Allah Azza wajalla,.”
(HR.Muslim,no:2204)

Disebutkan pula dari hadits Usamah bin Syarik radiallohu anhu, berkata :
Telah datang seorang Baduwi kepada Rasulullah Shallallohu ‘alaihi wasallam, lalu berkata:  Wahai Rasulullah, Siapakah manusia terbaik? Beliau menjawab: yang paling baik akhlaknya. Lalu Ia bertanya lagi: Wahai Rasulullah, Apakah boleh kami berobat? Jawab Rasulullah Shallallohu ‘alaihi wasallam, :
تَدَاوَوْا فان اللَّهَ لم يُنَزِّلْ دَاءً ألا أَنْزَلَ له شِفَاءً عَلِمَهُ من عَلِمَهُ وَجَهِلَهُ من جَهِلَهُ
“Berobatlah wahai hamba Allah, sesungguhnya Allah tidak menurunkan satu penyakit melainkan Allah menurunkan obat untuknya, ada yang mengetahuinya dan ada pula yang tidak mengetahuinya.”

Dalam riwayat lain dengan lafaz:
إِنَّ اللَّهَ عز وجل لم يُنْزِلْ دَاءً إِلا أَنْزَلَ له دَوَاءً غير دَاءٍ وَاحِدٍ قالوا يا رَسُولَ اللَّهِ وما هو قال الْهَرَمُ
“Sesungguhnya Allah Azza wajalla, tidak menurunkan satu penyakit melainkan Allah menurunkan untuknya obat, kecuali satu penyakit”. Mereka bertanya: apa itu wahai Rasulullah?, Beliau menjawab: “Pikun”.
(HR.Ahmad (4/278), lafazh yang kedua diriwayatkan oleh Abu Dawud (3855), Thabarani dalam al-kabir (1/181), Ibnu Hibban (486), Al-Hakim dalam Al-Mustadrak (4/220), Al-Humaidi dalam musnad (824), Al-Mukhtarah (4/169), disahihkan Al-Albani dalam shahih al-jami’,no:2930)


Penyakit bodoh dengan bertanya
Hadits ini mencakup berbagai macam penyakit hati, rohani dan jasmani demikian pula penawarnya. Nabi Shallallohu ‘alaihi wasallam, telah menyebutkan bahwa kejahilan merupakan sebuah penyakit, dan Beliau menerangkan obatnya dengan bertanya kepada para ulama. Allah Azza wajalla, berfirman:
فَاسْأَلُوا أَهْلَ الذِّكْرِ إِنْ كُنْتُمْ لَا تَعْلَمُونَ
“Bertanyalah kepada ahlinya jika kalian tidak mengetahui.”
(QS.An-Nahl:43, Al-Anbiya:7)

Disebutkan dari hadits Jabir radiallohu anhu, berkata: kami keluar dalam satu perjalanan safar, lalu salah seorang dari kami dijatuhi batu yang melukai kepalanya. Lalu dia dalam keadaan junub, maka dia bertanya kepada sahabtnya: apa menurut kalian ada keringanan bagiku untuk bertayammum? Mereka menjawab: Kami tidak mendapati keringanan bagimu jika engkau sanggup menggunakan air. Maka iapun mandi, akhirnya ia mati. Tatkala kami mendatangi Nabi Shallallohu ‘alaihi wasallam,  , Beliau dikabari tentang hal itu, maka Rasulullah Shallallohu ‘alaihi wasallam, bersabda:
“Mereka telah membunuhnya, Semoga Allah membunuh mereka (Beliau mengucapkannya sebagai bentuk hardikan, pent). Tidakkah mereka bertanya jika mereka tidak mengetahui? Sesungguhnya obat dari kejahilan adalah bertanya.”
(HR.Abu Dawud (336), dihasankan oleh Al-Albani dalam sahih Abu Dawud)


Maka Rasulullah Shallallohu ‘alaihi wasallam, memberitakan bahwa kejahilan merupakan penyakit, dan obatnya adalah bertanya.

No comments:

Post a Comment